Cerita Pendek Horor sangatlah menarik untuk kita bahas apalagi dikemas dalam sebuah Cerita Pendek,
Cerita Pendek Horor ini sangat membuat bulu kuduk kita merinding dan
membayang kejadian dalam Cerita, apalagi dibacanya dimalam hari dalam
keadaan malam yang sunyi senyap, kali ini saya akan sahare Kumpulan Cerpen Horor Terbaik yang bisa anda Baca.
1. Vampire
Akhir-akhir ini berita menyeramkan
merebak di lingkungan sekita rumahku. Sudah 8 mayat gadis remaja
ditemukan dengan keadaan mengenaskan ditempat yang berbeda. Semua mayat
itu mempunyai kesamaan, yaitu luka gigitan yang ditemukan pada leher
mereka. Banyak warga mengira ini adalah perbuatan seseorang yang sedang
menganut ilmu hitam dan mencari gadis remaja untuk dijadikan tumbal.
Berita ini membuat banyak orang takut untuk keluar malam dan lebih
memilih untuk berada didalam rumah.
Sejak beberapa hari lalu aku memperhatikannya. Seorang pria dengan postur tubuh tinggi yang sedang mengamati rumahku setiap malam. Sudah tiga hari berturut-turut dia datang ke rumahku, entah apa yang sebenarnya yang dia cari.
Sejak beberapa hari lalu aku memperhatikannya. Seorang pria dengan postur tubuh tinggi yang sedang mengamati rumahku setiap malam. Sudah tiga hari berturut-turut dia datang ke rumahku, entah apa yang sebenarnya yang dia cari.
Malam
yang gelap dengan cahaya bulan yang menyinari pandangan. Dinginnya
udara malam terasa menusuk tulangku. Suara jangkrik saling bersahutan
dan terdengar seakan memecah kesunyian malam. Di tengah kesunyian malam
aku berjalan menyusuri jalan yang gelap untuk menuju rumahku. Namun,
betapa terkejutnya aku. Lagi-lagi kulihat pria itu sedang berdiri sambil
mengamati rumahku. Dengan perasaan jengkel, aku pun segera
menghampirinya.
“Maaf, sepertinya kalau aku lihat kau selalu datang ke rumahku. Sebenarnya apa yang sedang kau lakukan disini?” tanyaku dengan sangat jengkel. Dia hanya menatapku lalu berpaling kembali. Sekilas, dapat kulihat warna matanya yang cokelat tua dan betapa dinginnya tatapan matanya.
“Maaf ya, apa kau tidak bisa menjawab pertanyaanku tadi?” tanyaku semakin jengkel. Dia menatap kulagi.
“Aku sedang mencari orang. Apa aku salah?” dia balik bertanya sambil mengangkat sebelah alisnya.
“Siapa yang kau cari di rumahku?” tanyaku lagi.
“Oh jadi ini rumahmu?” tanyanya padaku.
“Iya.” Jawabku singkat.
“Lalu dimana rumah keluarga Steve?” tanya pria itu lagi.
“Steve?” kataku bingung. “Sepertinya kau salah tempat. Atau mungkin Steve itu adalah penghuni rumah ini sebelum aku.” Jawabku.
“Benarkah?” pria itu nampak bingung. “Kalau begitu ya sudah, aku pergi dulu.” Katanya dengan cuek lalu pergi meninggalkanku. Aku heran padanya. Jujur saja, selama aku hidup, baru kali ini aku bertemu seseorang dengan sikap yang sangat dingin seperti itu. Meski merasa sangat jengkel, tapi aku berusaha melupakannya dan segera masuk ke dalam rumah.
Hari ini cuaca terlihat mendung. Gumpalan awan terlihat menutupi matahari. Aku terus memikirkan pria yang tadi malam. Bahkan aku tidak bisa berkonsentrasi kepada pelajaran yang diberikan guru di sekolah.
Seperti malam sebelumnya. Malam ini, pria itu kembali muncul di depan rumahku. padahal aku sudah mengatakan padanya kalau keluarga Steve tidak tinggal disini. Tapi kenapa dia masih datang juga?
“Kenapa kau datang ke sini lagi? Bukankah aku sudah bilang kalau keluarga Steve sudah tidak tinggal disini lagi?” tanyaku ketus.
“Aku hanya ingin bertemu denganmu.” Jawabnya santai.
“Aku?” aku bingung. Padahal kemarin dia terlihat begitu cuek padaku. Tapi kenapa sekarang dia malah ingin bertemu denganku?
“Ya.” Kata pria itu sembari mendekatiku. “Namaku Zen.” Sambungnya sambil mengulurkan telapak tangannya.
“Aku Stevany. Kau bisa memanggilku Vany.” Jawabku sambil membalas uluran tangannya. Aku merasa kalau telapak tangan Zen sangat dingin. “Kenapa tanganmu sangat dingin?” tanyaku pada Zen.
Sesaat Zen nampak tersenyum. “Entahlah, aku juga tidak tau mengapa tanganku selalu terasa dingin. Mungkin karena aku kekurangan darah.” Jawabnya.
“Kau anemia?” tanyaku lagi. Tapi Zen hanya membalasnya dengan senyuman. “Sudahlah.” Kata ku sambil melepaskan tangan Zen. “Tapi kenapa kau ke sini hanya untuk menemuiku?”
“Rumahku tidak jauh dari sini, jadi aku hanya ingin mampir saja. Lagi pula aku juga ingin mencari teman.” Jawab Zen.
“Kalau begitu kita berteman saja!’’ seruku sambil menatapnya.
“Boleh juga.” Kata Zen.
Sejak malam itu aku dan Zen menjadi teman. Setiap malam ia selalu datang ke rumahku hanya untuk megajakku ngobrol. Walau dia mempunyai sikap yang sedikit dingin, tapi aku yakin dia orang yang baik. Karena itu aku menjadikannya sebagai temanku.
Bulan purnama memancarkan sinarnya setelah matahari tenggelam. Seperti hari biasanya malam ini Zen datang ke rumahku.
“Hai.’’ Sapa Zen saat berada di depan gerbang rumahku. “Kenapa kau berpakaian seperti itu? Apa kau sedang sakit?” tanya Zen bingung melihatku menggunakan pakaian tebal dan serba panjang.
“Entahlah, tapi aku hanya merasa kedinginan.” Jawabku sambil membuka gerbang.
“Kalau begitu kau istirahat saja. Aku akan pulang.” Kata Zen.
“Tidak perlu. Lagi pula saat ini aku merasa kesepian.” Aku berusaha mencegah Zen karena tidak ingin mengecewakkannya yang sudah datang kerumahku tapi harus langsung pulang hanya karena aku sakit. “Ayo masuk!” ajakku.
“Kau tau hari apa sekarang?” Aku menatap Zen sambil tersenyum tipis setelah kami duduk di teras rumah.
“Tentu saja hari kamis.” Jawab Zen dengan sangat yakin.
“Salah.”
“Lalu hari apa? Bukankah setelah Rabu hari Kamis?” tanya Zen bingung.
“Kalau itu aku juga tau. Tapi hari ini adalah hari ulang tahunku.” Jawabku kegirangan.
“Oh, benarkah? Kalau begitu aku ucapkan se…”
“Kak Vany!” teriak seorang gadis kecil dari luar gerbang. Saat kulihat, ternyata gadis kecil itu adalah Putri anak tetanggaku.
“Ada apa?” aku menghampirinya.
“Putri disuruh minta bawang sama mama. Soalnya dirumah Putri bawangnya sudah habis.” Ujar gadis kecil itu dengan wajah polosnya yang manis sambil mengulurkan sebuah mangkuk kecil yang ia bawa dari rumah.
“Tunggu sebentar ya, biar kak Vany ambil.” Jawabku sembari mengambil mengkuk itu dari tangan mungil Putri. Setelah itu, aku masuk ke dalam rumah untuk mengambil bawang yang ada di dalam kulkas.
Tak lama kemudian, aku keluar dari rumah sambil membawa mangkuk yang telah berisi bawang. Zen nampak heran saat melihatku yang sedang menutup hidung. Apalagi saat Zen melihat wajahku yang nampak semakin pucat, ia terlihat khawatir.
“Kak Vany sakit ya?” tanya Putri sambil memperhatikan wajahku.
“Iya, sepertinya saat ini kakak sedang tidak enak badan.” Jawabku sambil memberikan mangkuk yang kubawa pada Putri.
“Makasih kak Vany. Putri pulang dulu, ya.” Kata Putri sembari berjalan menuju rumahnya.
Tiba-tiba pandanganku menjadi kabur. Aku merasa sangat haus. tanpa sadar, aku menarik tangan Putri dengan cepat. Rasanya aku ingin menggigit lehernya untuk menghisap darah Putri agar rasa hausku hilang. Putri terlihat sangat takut, namun aku tidak memperdulikannya. Yang aku fikirkan hayalah aku harus menghisap darahnya untuk diminum.
“Vany, apa yang kau lakukan? Apa kau tidak lihat kalau perbuatanmu membuat anak ini menangis?” tanya Zen. Namun aku tidak menghiraukannya. Aku terus berusaha menggigit leher Putri yang saat itu berusaha melawan untuk melepaskan diri. Melihat itu, Zen segera menarik Putri hingga membuatnya lepas dari genggamanku. Setelah berhasil lepas gadis kecil yang ketakutan itu segera berlari menuju rumahnya sambil menangis.
“Apa yang terjadi padaku? Kenapa aku bisa melakukan hal ini?” tanyaku yang tak percaya dengan apa yang telah kulakukan.
Tiba-tiba, Zen menarik lalu menggigit tanganku. Dapatku rasakan rasa sakit yang luar biasa saat Zen menggigit tanganku. Karena tak kuat menahan sakit, aku berusaha menarik tanganku.
“Kaulah orang yang ku cari selama ini.” Ujar Zen dengan bibir berlumur darah setelah melepaskan tanganku dari gigitannya.
“Apa maksudmu?” tanyaku bingung sembari menahan rasa sakit.
“Kau adalah keturunan dari keluarga Steve yang aku cari selama ini. Dan malam ini juga, aku akan mambunuhmu untuk menghilangkan kutukan yang ada dalam diriku.” Jawab Zen dengan wajah yang menyeramkan.
“K-kenapa k-k-kau ingin membunuhku? ” tanyaku yang mulai merasa takut.
“Karena ayahmu yang seorang vampir origin yang memberiku kutukan hingga aku harus menjalani menjadi hidup sebagai vampir outcast.” Ujar Zen.
“V-vampir?” Gumamku dalam hati karena tidak mengerti dengan kata-kata Zen.
“Apa kau tau rasanya menjadi vampir outcast? Rasanya sangat tersiksa. Aku tidak bisa lagi berjalan di bawah sinar matahari dan selalu lapar dan haus darah manusia. Dan yang lebih parah lagi, tubuhku akan rusak jika tidak meminum darah manusia.” Jelas Zen.
“Jadi kau yang membunuh para remaja wanita?” aku menduga-duga.
“Ya, kau memang pintar. Tapi sudah terlambat untuk menyadarinya.” Kata Zen. “Tapi kau tenang saja, karena malam ini, semuanya akan berakhir jika aku membunuh keturunan terakhir keluarga Steve. Dan orang itu adalah kau Vany.” Sambungnya lagi. Tiba-tiba Zen mengeluarkan sebuah pisau berbentuk salib yang dibalut dengan kain berwarna biru tua yang telah kusam.
“A-apa itu?” tanyaku dengan bibir dan tangan yang terasa bergetar.
“Ini? Ini adalah pisau yang dibuat khusus untuk membunuh bangsa vampir. Dan aku yakin pisau ini juga mampu membunuhmu.” Jawabnya sambil mengarahkan pisau itu kearahku.
“Berhenti!” teriakku berusaha menghentikan pisau yang mengarah padaku.
“Tenang saja Stevany, ini tak akan terasa sakit.” Kata Zen dengan wajah marah sekaligus senang. Ia terus mengarahkan pisau itu hingga ujung pisau itu mendekati dadaku. “Selamat tinggal Stevany.” Ujar Zen sambil tersenyum menyeramkan.
“Tidak!” teriakku sembari mancoba menangkis serangan Zen. Tanpa sengaja aku mengarahkan pisau itu ke arah Zen hingga mengenai bagian perutnya hingga menusuknya. “Ma-maafkan aku.” Kataku dengan sangat menyesal.
Zen nampak sangat marah. Namun tiba-tiba wajahnya berubah menjadi seperti semula seperti Zen yang aku kenal sebagai temanku selama ini. “I-ini b-bukan salah mu. A-aku-lah y-yang salah. L-l-lgi pula, k-kau j-juga t-telah mem-b-bebaskan a-aku d-dari kutukan walau pada akhirnya akulah yang mati.” Jawab Zen dengan suara yang terputus-putus.
Tubuh Zen terlihat seperti keras yang terbakar. Perlahan tubuhnya berubah menjadi abu. “Terima kasih karena pernah menjadi teman ku." Kulihat wajahnya memancarkan senyuman dengan tulus hingga akhirnya benar-benar menghilang. Yang tersisa hanya abu yang kini bertaburan bagaikan salju.
~TAMAT~
“Maaf, sepertinya kalau aku lihat kau selalu datang ke rumahku. Sebenarnya apa yang sedang kau lakukan disini?” tanyaku dengan sangat jengkel. Dia hanya menatapku lalu berpaling kembali. Sekilas, dapat kulihat warna matanya yang cokelat tua dan betapa dinginnya tatapan matanya.
“Maaf ya, apa kau tidak bisa menjawab pertanyaanku tadi?” tanyaku semakin jengkel. Dia menatap kulagi.
“Aku sedang mencari orang. Apa aku salah?” dia balik bertanya sambil mengangkat sebelah alisnya.
“Siapa yang kau cari di rumahku?” tanyaku lagi.
“Oh jadi ini rumahmu?” tanyanya padaku.
“Iya.” Jawabku singkat.
“Lalu dimana rumah keluarga Steve?” tanya pria itu lagi.
“Steve?” kataku bingung. “Sepertinya kau salah tempat. Atau mungkin Steve itu adalah penghuni rumah ini sebelum aku.” Jawabku.
“Benarkah?” pria itu nampak bingung. “Kalau begitu ya sudah, aku pergi dulu.” Katanya dengan cuek lalu pergi meninggalkanku. Aku heran padanya. Jujur saja, selama aku hidup, baru kali ini aku bertemu seseorang dengan sikap yang sangat dingin seperti itu. Meski merasa sangat jengkel, tapi aku berusaha melupakannya dan segera masuk ke dalam rumah.
Hari ini cuaca terlihat mendung. Gumpalan awan terlihat menutupi matahari. Aku terus memikirkan pria yang tadi malam. Bahkan aku tidak bisa berkonsentrasi kepada pelajaran yang diberikan guru di sekolah.
Seperti malam sebelumnya. Malam ini, pria itu kembali muncul di depan rumahku. padahal aku sudah mengatakan padanya kalau keluarga Steve tidak tinggal disini. Tapi kenapa dia masih datang juga?
“Kenapa kau datang ke sini lagi? Bukankah aku sudah bilang kalau keluarga Steve sudah tidak tinggal disini lagi?” tanyaku ketus.
“Aku hanya ingin bertemu denganmu.” Jawabnya santai.
“Aku?” aku bingung. Padahal kemarin dia terlihat begitu cuek padaku. Tapi kenapa sekarang dia malah ingin bertemu denganku?
“Ya.” Kata pria itu sembari mendekatiku. “Namaku Zen.” Sambungnya sambil mengulurkan telapak tangannya.
“Aku Stevany. Kau bisa memanggilku Vany.” Jawabku sambil membalas uluran tangannya. Aku merasa kalau telapak tangan Zen sangat dingin. “Kenapa tanganmu sangat dingin?” tanyaku pada Zen.
Sesaat Zen nampak tersenyum. “Entahlah, aku juga tidak tau mengapa tanganku selalu terasa dingin. Mungkin karena aku kekurangan darah.” Jawabnya.
“Kau anemia?” tanyaku lagi. Tapi Zen hanya membalasnya dengan senyuman. “Sudahlah.” Kata ku sambil melepaskan tangan Zen. “Tapi kenapa kau ke sini hanya untuk menemuiku?”
“Rumahku tidak jauh dari sini, jadi aku hanya ingin mampir saja. Lagi pula aku juga ingin mencari teman.” Jawab Zen.
“Kalau begitu kita berteman saja!’’ seruku sambil menatapnya.
“Boleh juga.” Kata Zen.
Sejak malam itu aku dan Zen menjadi teman. Setiap malam ia selalu datang ke rumahku hanya untuk megajakku ngobrol. Walau dia mempunyai sikap yang sedikit dingin, tapi aku yakin dia orang yang baik. Karena itu aku menjadikannya sebagai temanku.
Bulan purnama memancarkan sinarnya setelah matahari tenggelam. Seperti hari biasanya malam ini Zen datang ke rumahku.
“Hai.’’ Sapa Zen saat berada di depan gerbang rumahku. “Kenapa kau berpakaian seperti itu? Apa kau sedang sakit?” tanya Zen bingung melihatku menggunakan pakaian tebal dan serba panjang.
“Entahlah, tapi aku hanya merasa kedinginan.” Jawabku sambil membuka gerbang.
“Kalau begitu kau istirahat saja. Aku akan pulang.” Kata Zen.
“Tidak perlu. Lagi pula saat ini aku merasa kesepian.” Aku berusaha mencegah Zen karena tidak ingin mengecewakkannya yang sudah datang kerumahku tapi harus langsung pulang hanya karena aku sakit. “Ayo masuk!” ajakku.
“Kau tau hari apa sekarang?” Aku menatap Zen sambil tersenyum tipis setelah kami duduk di teras rumah.
“Tentu saja hari kamis.” Jawab Zen dengan sangat yakin.
“Salah.”
“Lalu hari apa? Bukankah setelah Rabu hari Kamis?” tanya Zen bingung.
“Kalau itu aku juga tau. Tapi hari ini adalah hari ulang tahunku.” Jawabku kegirangan.
“Oh, benarkah? Kalau begitu aku ucapkan se…”
“Kak Vany!” teriak seorang gadis kecil dari luar gerbang. Saat kulihat, ternyata gadis kecil itu adalah Putri anak tetanggaku.
“Ada apa?” aku menghampirinya.
“Putri disuruh minta bawang sama mama. Soalnya dirumah Putri bawangnya sudah habis.” Ujar gadis kecil itu dengan wajah polosnya yang manis sambil mengulurkan sebuah mangkuk kecil yang ia bawa dari rumah.
“Tunggu sebentar ya, biar kak Vany ambil.” Jawabku sembari mengambil mengkuk itu dari tangan mungil Putri. Setelah itu, aku masuk ke dalam rumah untuk mengambil bawang yang ada di dalam kulkas.
Tak lama kemudian, aku keluar dari rumah sambil membawa mangkuk yang telah berisi bawang. Zen nampak heran saat melihatku yang sedang menutup hidung. Apalagi saat Zen melihat wajahku yang nampak semakin pucat, ia terlihat khawatir.
“Kak Vany sakit ya?” tanya Putri sambil memperhatikan wajahku.
“Iya, sepertinya saat ini kakak sedang tidak enak badan.” Jawabku sambil memberikan mangkuk yang kubawa pada Putri.
“Makasih kak Vany. Putri pulang dulu, ya.” Kata Putri sembari berjalan menuju rumahnya.
Tiba-tiba pandanganku menjadi kabur. Aku merasa sangat haus. tanpa sadar, aku menarik tangan Putri dengan cepat. Rasanya aku ingin menggigit lehernya untuk menghisap darah Putri agar rasa hausku hilang. Putri terlihat sangat takut, namun aku tidak memperdulikannya. Yang aku fikirkan hayalah aku harus menghisap darahnya untuk diminum.
“Vany, apa yang kau lakukan? Apa kau tidak lihat kalau perbuatanmu membuat anak ini menangis?” tanya Zen. Namun aku tidak menghiraukannya. Aku terus berusaha menggigit leher Putri yang saat itu berusaha melawan untuk melepaskan diri. Melihat itu, Zen segera menarik Putri hingga membuatnya lepas dari genggamanku. Setelah berhasil lepas gadis kecil yang ketakutan itu segera berlari menuju rumahnya sambil menangis.
“Apa yang terjadi padaku? Kenapa aku bisa melakukan hal ini?” tanyaku yang tak percaya dengan apa yang telah kulakukan.
Tiba-tiba, Zen menarik lalu menggigit tanganku. Dapatku rasakan rasa sakit yang luar biasa saat Zen menggigit tanganku. Karena tak kuat menahan sakit, aku berusaha menarik tanganku.
“Kaulah orang yang ku cari selama ini.” Ujar Zen dengan bibir berlumur darah setelah melepaskan tanganku dari gigitannya.
“Apa maksudmu?” tanyaku bingung sembari menahan rasa sakit.
“Kau adalah keturunan dari keluarga Steve yang aku cari selama ini. Dan malam ini juga, aku akan mambunuhmu untuk menghilangkan kutukan yang ada dalam diriku.” Jawab Zen dengan wajah yang menyeramkan.
“K-kenapa k-k-kau ingin membunuhku? ” tanyaku yang mulai merasa takut.
“Karena ayahmu yang seorang vampir origin yang memberiku kutukan hingga aku harus menjalani menjadi hidup sebagai vampir outcast.” Ujar Zen.
“V-vampir?” Gumamku dalam hati karena tidak mengerti dengan kata-kata Zen.
“Apa kau tau rasanya menjadi vampir outcast? Rasanya sangat tersiksa. Aku tidak bisa lagi berjalan di bawah sinar matahari dan selalu lapar dan haus darah manusia. Dan yang lebih parah lagi, tubuhku akan rusak jika tidak meminum darah manusia.” Jelas Zen.
“Jadi kau yang membunuh para remaja wanita?” aku menduga-duga.
“Ya, kau memang pintar. Tapi sudah terlambat untuk menyadarinya.” Kata Zen. “Tapi kau tenang saja, karena malam ini, semuanya akan berakhir jika aku membunuh keturunan terakhir keluarga Steve. Dan orang itu adalah kau Vany.” Sambungnya lagi. Tiba-tiba Zen mengeluarkan sebuah pisau berbentuk salib yang dibalut dengan kain berwarna biru tua yang telah kusam.
“A-apa itu?” tanyaku dengan bibir dan tangan yang terasa bergetar.
“Ini? Ini adalah pisau yang dibuat khusus untuk membunuh bangsa vampir. Dan aku yakin pisau ini juga mampu membunuhmu.” Jawabnya sambil mengarahkan pisau itu kearahku.
“Berhenti!” teriakku berusaha menghentikan pisau yang mengarah padaku.
“Tenang saja Stevany, ini tak akan terasa sakit.” Kata Zen dengan wajah marah sekaligus senang. Ia terus mengarahkan pisau itu hingga ujung pisau itu mendekati dadaku. “Selamat tinggal Stevany.” Ujar Zen sambil tersenyum menyeramkan.
“Tidak!” teriakku sembari mancoba menangkis serangan Zen. Tanpa sengaja aku mengarahkan pisau itu ke arah Zen hingga mengenai bagian perutnya hingga menusuknya. “Ma-maafkan aku.” Kataku dengan sangat menyesal.
Zen nampak sangat marah. Namun tiba-tiba wajahnya berubah menjadi seperti semula seperti Zen yang aku kenal sebagai temanku selama ini. “I-ini b-bukan salah mu. A-aku-lah y-yang salah. L-l-lgi pula, k-kau j-juga t-telah mem-b-bebaskan a-aku d-dari kutukan walau pada akhirnya akulah yang mati.” Jawab Zen dengan suara yang terputus-putus.
Tubuh Zen terlihat seperti keras yang terbakar. Perlahan tubuhnya berubah menjadi abu. “Terima kasih karena pernah menjadi teman ku." Kulihat wajahnya memancarkan senyuman dengan tulus hingga akhirnya benar-benar menghilang. Yang tersisa hanya abu yang kini bertaburan bagaikan salju.
~TAMAT~
2. The Meaning of Love
Braakkk!!!!
Aku memukul meja karena kesal. Berbekal muka kusut dan bibir cemberut berhasil membuat mama berdecak melihatku.
“kenapa kok mukanya kaya di tekuk gitu?” Tanya mama dengan lembut. Ku balas dengan masuk ke kamar tanpa menghiraukan pertanyaan mama. Mama hanya menggelengkan kepalanya. Mungkin heran dengan tingkah laku anak pertamanya ini yang pulang dari sekolah membawa suasana badmood.
“uuh! Kenapa sih harus kaya gini ceritanya!! Aku selalu dapat masalah setiap aku menginginkan sesuatu. Termasuk menyukainya!!! Argh!” gurutuku kesal.
Aku mungkin salah satu dari sekian banyak orang yang mempunyai nasib sial. Ya, setiap ada yang perhatian ke aku, aku selalu membiarkannya sampai 1 minggu, jika tetap perhatian, kesimpulan sememtaraku adalah dia suka kepadaku. Setidaknya simpatik padaku.
Tetapi, setelah 1 bulan ku rasa perhatiannya semakin sering menimpaku. Yang di status facebook sering kaya bales-balesan, sering sindir-sindiran, dsb. Jadi, statusku sama si-doi nyambung kalo digabungin. Jelas dan ketara banget.
Aku memukul meja karena kesal. Berbekal muka kusut dan bibir cemberut berhasil membuat mama berdecak melihatku.
“kenapa kok mukanya kaya di tekuk gitu?” Tanya mama dengan lembut. Ku balas dengan masuk ke kamar tanpa menghiraukan pertanyaan mama. Mama hanya menggelengkan kepalanya. Mungkin heran dengan tingkah laku anak pertamanya ini yang pulang dari sekolah membawa suasana badmood.
“uuh! Kenapa sih harus kaya gini ceritanya!! Aku selalu dapat masalah setiap aku menginginkan sesuatu. Termasuk menyukainya!!! Argh!” gurutuku kesal.
Aku mungkin salah satu dari sekian banyak orang yang mempunyai nasib sial. Ya, setiap ada yang perhatian ke aku, aku selalu membiarkannya sampai 1 minggu, jika tetap perhatian, kesimpulan sememtaraku adalah dia suka kepadaku. Setidaknya simpatik padaku.
Tetapi, setelah 1 bulan ku rasa perhatiannya semakin sering menimpaku. Yang di status facebook sering kaya bales-balesan, sering sindir-sindiran, dsb. Jadi, statusku sama si-doi nyambung kalo digabungin. Jelas dan ketara banget.
Tapi aku gak GR dulu. Dan selama 3 bulan begitu mulu. Lama-lama hatiku
ke bawa juga. Yang semulanya gak suka dan nganggep temen biasa, eh,
malah suka.
Dan yang lebih parahnya lagi, ternyata temen yang sering curhat sama aku juga suka sama si-doi. Gila!!!
*Aku harus gimana ni?* kata yang selalu ku ucapkan ketika temenku akan mengawali curhatannya.
Padahal, temen yang suka sama si-doi gak cuma satu. Dan kebanyakan yang curhat sama aku. Ya Tuhan, kenapa engkau memberi hamba cobaan berat seperti ini.
Aku meletakkan tasku dan membuang badanku ke kasur untuk merebahan diri sembari berfikir. *Kenapa aku dulu terjebak di hatinya!!* batinku.
Tok tok tok
“masuk” ujarku. Krreeeekk! “sayang, makan dulu yuk! Kamu belum makan siang, mama sudah siapin makaman kesukaan kamu” ajak mama dengan nada lembut.
“nggak ah ma” meniarapkan tubuhku di kasur dan menyembunyikan kepalaku di bawah bantal. “aku ngantuk! Aku tidur dulu ya ma…”
“ya sudah, jangan lupa pakai selimutnya” saran mama. Aku hanya mangut-mangut membalasnya.
Aku tak mau tidur. Aku sebenarnya tak bisa tidur. Aku tak bisa melupakan dia. Aku hanya beralasan kepada mama seperti itu karena aku tak ingin melakukan apapun kecuali satu. Berfikir.
Tar! Jedyaaaaarrrrrr!!
Suara halilintar membangunkan lamunanku. Aku terkejut dan menutup telingaku. Aku ambil selimutku dan ku tutupi seluruh badanku dengan selimut.
Tapi setelah aku sadar. Aku bangun dari tempat tidurku. Mangambil baju baby doll-ku dan bergegas menuju ke kamar mandi. Hujan tidak menaklukkan-ku untuk tidak segera mandi.
“Sudah bangun sayang? Kok cepet bangun? Biasanya lama kalau tidur?” ujar mama ketika melihatku keluar dari kamar. “aku nggak bisa tidur ma. Panas!” jawabku sambil berlalu.
Mungkin sebagian anak menganggapku kurang ajar dan durhaka kepada orang tua karna tidak menjawab pertanyaan orang tua dengan sikap yang baik tetapi sambil berjalan begitu saja.
Hari ini cuaca begitu panas. Entah kenapa, tiba-tiba aku teringat akan dia. Si-doi pernah duduk berdapingan denganku saat aku menunggu jemputan. Teman si-doi berdiri di sampingnya. Mereka mengobrol layaknya ibu-ibu yang sedang arisan. Topiknya berbeda dan ribet menurutku.
Ternyata 3 menit kemudian, jemputanku datang. Ah, senangnya! Aku dapat terbebas darinya.
Tapi ternyata, setelah aku naik, si-doi masih tetap memperhatikan aku sampai di ujung jalan. Dan bodohnya aku, aku juga memperhatikannya. Duh!
Aku memukul jidatku sendiri dengan telapak tanganku setelah meletakkan baju di kamar mandi karna memikirkan peristiwa itu. Ternyata aku tak dapat melupakannya.
Suara tetesan showerku mengiringi suara derasnya hujan. *ternyata sudah hujan, akhirnya suhu kembali dingin lagi* batinku.
Keluar dari kamar mandi, aku bergegas masuk ke kamar. Melewati mama yang sedang membaca majalah kesukaannya. Tetapi aku berhenti di tengah jalan. Terlintas di benakku untuk mencurahkan isi hatiku kepada mama.
Aku membalikkan badan dan menghampiri mama. “ada apa? Kok tumben duduk di sebelahnya mama?” tanya mama terheran-heran.
Aku diam.
Berfikir mencari dan menyusun kata-kata untuk memberi tahu mama semuanya. “lho? Kenapa diam?” Tanya mama sekali lagi.
“em, apa jangan-jangan ada masalah di sekolahmu sampai kamu mau cerita sama mama tapi dak berani? Ada apa sayang?” ujar mama sambil menutup majalahnya dan mengalihkan perhatiannya kepadaku.
“eumm, mah. Mama waktu suka sama papa mulai kapan?” tanyaku perlahan. Mama hanya tersenyum. Sepertinya mama mengerti mengapa aku datang mendekati mama.
“anak mama mulai suka sama orang lain ya?” Aku mangut-mangut dengan perlahan. Aku malu mengatakannya pada mama. Tidak ada yang tahu perasaanku.
“nggak papa kamu suka sama lawan jenis. Itu wajar. Mama memakluminya” Mama seperti meneguhkan hatiku. Aku mulai memberanikan diri bercerita pada mama tentang semuanya.
Mama mendengarkannya dan sesekali tersenyum karena senang. Entah apa yang ada di hati mama, aku tak tahu.
Akhirnya, aku selesai bercerita pada mama. Mama diam sejenak, lalu berkata
“Sayang, menyukai lawan jenis itu wajar. Tetapi jangan kamu terjebak di dalamnya. Banyak orang yang mengenal hal itu hingga mereka terjebak sendiri di dalam lingkaran kelam itu. Sebenarnya cinta itu suci, murni dan penuh kasih sayang. Tapi, cinta bisa jadi bumerang kita untuk menuju kematian”
Aku mengerutkan dahi. Kata-kata mama mulai tidak ku mengerti, tetapi sungguh sulit ku ungkapkan. *kenapa bisa di ujung kematian?* tanyaku dalam hati.
Sepertinya mama tahu maksud expresi yang tak berbentuk ini.
“cinta itu bisa membutakan banyak orang. Sehingga kebanyakan orang tidak mau menggunakan logikanya untuk berfikir tentang cinta. Bila mereka patah hati, mereka bisa melakukan hal yang fatal untuk menyalurkan kekecewaannya. Jangan sampai hal itu terjadi padamu nak”
Aku mulai faham. Mama menasehatiku agar aku tak terjebak dalam lubang cinta.
“mengagumilah sewajarnya. Jangan berlebihan. Mama tidak melarang kamu. Tapi sebaiknya kamu fikirkan dulu baik-baik bagaimana dengan masa depan kamu” mama munutup nasehatnya dengan mengelus pelan rambutku dan meninggalkanku sendiri termenung.
Aku mulai berfikir tentang hal itu.
Dan aku mulai sedikit melupakan dia. Meskipun dia masih ada di hatiku. Aku mendengar kabar bahwa dia sedang menjalin hubungan lain dengan seorang gadis.
Aku tak menangis maupun patah hati. Ketika berita burung itu datang dan menyebar, aku tahu suatu saat akan menjadi benar berita itu. Aku tahu dari awal.
“hehf “ aku tersenyum kecil sambil menghebuskan nafas.
Aku sudah tahu. Jangan pertahankan cinta ketika cinta itu hanya bertepuk sebelah tangan. Karna nasehat mama, aku tahu segalanya.
Entah sekarang berita burung itu benar atau salah. Hanya dia dan gadis itu yang tahu. Senyuman kecil menghiasi wajahku.
Dan yang lebih parahnya lagi, ternyata temen yang sering curhat sama aku juga suka sama si-doi. Gila!!!
*Aku harus gimana ni?* kata yang selalu ku ucapkan ketika temenku akan mengawali curhatannya.
Padahal, temen yang suka sama si-doi gak cuma satu. Dan kebanyakan yang curhat sama aku. Ya Tuhan, kenapa engkau memberi hamba cobaan berat seperti ini.
Aku meletakkan tasku dan membuang badanku ke kasur untuk merebahan diri sembari berfikir. *Kenapa aku dulu terjebak di hatinya!!* batinku.
Tok tok tok
“masuk” ujarku. Krreeeekk! “sayang, makan dulu yuk! Kamu belum makan siang, mama sudah siapin makaman kesukaan kamu” ajak mama dengan nada lembut.
“nggak ah ma” meniarapkan tubuhku di kasur dan menyembunyikan kepalaku di bawah bantal. “aku ngantuk! Aku tidur dulu ya ma…”
“ya sudah, jangan lupa pakai selimutnya” saran mama. Aku hanya mangut-mangut membalasnya.
Aku tak mau tidur. Aku sebenarnya tak bisa tidur. Aku tak bisa melupakan dia. Aku hanya beralasan kepada mama seperti itu karena aku tak ingin melakukan apapun kecuali satu. Berfikir.
Tar! Jedyaaaaarrrrrr!!
Suara halilintar membangunkan lamunanku. Aku terkejut dan menutup telingaku. Aku ambil selimutku dan ku tutupi seluruh badanku dengan selimut.
Tapi setelah aku sadar. Aku bangun dari tempat tidurku. Mangambil baju baby doll-ku dan bergegas menuju ke kamar mandi. Hujan tidak menaklukkan-ku untuk tidak segera mandi.
“Sudah bangun sayang? Kok cepet bangun? Biasanya lama kalau tidur?” ujar mama ketika melihatku keluar dari kamar. “aku nggak bisa tidur ma. Panas!” jawabku sambil berlalu.
Mungkin sebagian anak menganggapku kurang ajar dan durhaka kepada orang tua karna tidak menjawab pertanyaan orang tua dengan sikap yang baik tetapi sambil berjalan begitu saja.
Hari ini cuaca begitu panas. Entah kenapa, tiba-tiba aku teringat akan dia. Si-doi pernah duduk berdapingan denganku saat aku menunggu jemputan. Teman si-doi berdiri di sampingnya. Mereka mengobrol layaknya ibu-ibu yang sedang arisan. Topiknya berbeda dan ribet menurutku.
Ternyata 3 menit kemudian, jemputanku datang. Ah, senangnya! Aku dapat terbebas darinya.
Tapi ternyata, setelah aku naik, si-doi masih tetap memperhatikan aku sampai di ujung jalan. Dan bodohnya aku, aku juga memperhatikannya. Duh!
Aku memukul jidatku sendiri dengan telapak tanganku setelah meletakkan baju di kamar mandi karna memikirkan peristiwa itu. Ternyata aku tak dapat melupakannya.
Suara tetesan showerku mengiringi suara derasnya hujan. *ternyata sudah hujan, akhirnya suhu kembali dingin lagi* batinku.
Keluar dari kamar mandi, aku bergegas masuk ke kamar. Melewati mama yang sedang membaca majalah kesukaannya. Tetapi aku berhenti di tengah jalan. Terlintas di benakku untuk mencurahkan isi hatiku kepada mama.
Aku membalikkan badan dan menghampiri mama. “ada apa? Kok tumben duduk di sebelahnya mama?” tanya mama terheran-heran.
Aku diam.
Berfikir mencari dan menyusun kata-kata untuk memberi tahu mama semuanya. “lho? Kenapa diam?” Tanya mama sekali lagi.
“em, apa jangan-jangan ada masalah di sekolahmu sampai kamu mau cerita sama mama tapi dak berani? Ada apa sayang?” ujar mama sambil menutup majalahnya dan mengalihkan perhatiannya kepadaku.
“eumm, mah. Mama waktu suka sama papa mulai kapan?” tanyaku perlahan. Mama hanya tersenyum. Sepertinya mama mengerti mengapa aku datang mendekati mama.
“anak mama mulai suka sama orang lain ya?” Aku mangut-mangut dengan perlahan. Aku malu mengatakannya pada mama. Tidak ada yang tahu perasaanku.
“nggak papa kamu suka sama lawan jenis. Itu wajar. Mama memakluminya” Mama seperti meneguhkan hatiku. Aku mulai memberanikan diri bercerita pada mama tentang semuanya.
Mama mendengarkannya dan sesekali tersenyum karena senang. Entah apa yang ada di hati mama, aku tak tahu.
Akhirnya, aku selesai bercerita pada mama. Mama diam sejenak, lalu berkata
“Sayang, menyukai lawan jenis itu wajar. Tetapi jangan kamu terjebak di dalamnya. Banyak orang yang mengenal hal itu hingga mereka terjebak sendiri di dalam lingkaran kelam itu. Sebenarnya cinta itu suci, murni dan penuh kasih sayang. Tapi, cinta bisa jadi bumerang kita untuk menuju kematian”
Aku mengerutkan dahi. Kata-kata mama mulai tidak ku mengerti, tetapi sungguh sulit ku ungkapkan. *kenapa bisa di ujung kematian?* tanyaku dalam hati.
Sepertinya mama tahu maksud expresi yang tak berbentuk ini.
“cinta itu bisa membutakan banyak orang. Sehingga kebanyakan orang tidak mau menggunakan logikanya untuk berfikir tentang cinta. Bila mereka patah hati, mereka bisa melakukan hal yang fatal untuk menyalurkan kekecewaannya. Jangan sampai hal itu terjadi padamu nak”
Aku mulai faham. Mama menasehatiku agar aku tak terjebak dalam lubang cinta.
“mengagumilah sewajarnya. Jangan berlebihan. Mama tidak melarang kamu. Tapi sebaiknya kamu fikirkan dulu baik-baik bagaimana dengan masa depan kamu” mama munutup nasehatnya dengan mengelus pelan rambutku dan meninggalkanku sendiri termenung.
Aku mulai berfikir tentang hal itu.
Dan aku mulai sedikit melupakan dia. Meskipun dia masih ada di hatiku. Aku mendengar kabar bahwa dia sedang menjalin hubungan lain dengan seorang gadis.
Aku tak menangis maupun patah hati. Ketika berita burung itu datang dan menyebar, aku tahu suatu saat akan menjadi benar berita itu. Aku tahu dari awal.
“hehf “ aku tersenyum kecil sambil menghebuskan nafas.
Aku sudah tahu. Jangan pertahankan cinta ketika cinta itu hanya bertepuk sebelah tangan. Karna nasehat mama, aku tahu segalanya.
Entah sekarang berita burung itu benar atau salah. Hanya dia dan gadis itu yang tahu. Senyuman kecil menghiasi wajahku.
3. Teman Pertama di Hidupku
Aku hanya tertududuk terdiam menundukan kepalaku, ya... seperti ini lah
kehidupanku disekolah yang menurutku sangat kejam ini. Bagaimana tidak ?
semua anak membenciku karna aku seorang putri yang profesi orang tuaku
adalah seorang penjual susu kaleng keliling yang memaksakan diri
bersekolah disekolahan elit seperti ini, jika tidak karena beasiswa yang
kudapat mungkin aku sudah melawan perbuatan mereka yang menurutku sudah
di luar batas peri kemanusiaan.
***
Bel istirahat berbunyi semua anak berhamburan keluar terkecuali hanya aku yang tersisa diruangan yang bagaikan neraka ini, aku terduduk menunduk seluruh wajahku tertutup oleh rambut hitam panjangku. Cukup lama aku terdiam disini hingga pada saatnya aku merasa bosan, akhirnya aku putuskan untuk melangkah pergi keluar kelas.
***
Bel istirahat berbunyi semua anak berhamburan keluar terkecuali hanya aku yang tersisa diruangan yang bagaikan neraka ini, aku terduduk menunduk seluruh wajahku tertutup oleh rambut hitam panjangku. Cukup lama aku terdiam disini hingga pada saatnya aku merasa bosan, akhirnya aku putuskan untuk melangkah pergi keluar kelas.
Teman Pertama Di Hidupku |
Dengan berjalan menunduk menyusuri trotoar kelas dan bertemu dengan para
mulut kejam yang tak salah lagi sedang membicarakanku, aku tidak peduli
aku tetap melanjutkan langkahku. Sampai suatu saat sesuatu mengenai
kepalaku, benda itu terjatuh di bawah tepatnya dihadapan kakiku,
ternyata itu hanya botol air mineral yang tak berisi, aku memungut botol
itu dan memasukannya kedalam ember sampah yang berada disampingku. Saat
hendak memasukkan botol itu semua anak melempariku dengan tepung dan
juga telur aku hanya terdiam menunduk pasrah menerima perlakuan mereka.
Semua anak menghampiriku, salah satu dari mereka mendorong tubuhku hingga aku terjatuh ke lantai.
"bangunlah.... ayo bangun anak miskin!" ucap seorang murid pria yang mendorongku tadi
Aku hanya bisa menangis menunduk, semua anak memukuliku hingga seluruh wajahku memar.
Tak berseling lama tiba-tiba seseorang datang yang tak lain itu adalah ibu kim, guru wali kelasku.
"Hentikan semuanya!!!" teriak ibu Kim,
Sesaat semua murid yang mengelilingiku terkejut dan spontan berlari berhamburan memasuki ruangan kelasnya masing-masing.
Ibu Kim secepat mungkin mendekatiku dan membantuku berdiri, "Kau tak apa Melati ?" tanya ibu Kim lembut
"Tidak bu, aku baik-baik saja" jawabku menunduk
"Lebih baik kau obati dulu lukamu, dan ibu akan meminta seragam baru untukmu" tutur ibu Kim
"Tidak bu tidak usah, aku baik-baik saja, terima kasih" kataku
"Baiklah, kau akan diijinkan pulang sekarang, ibu yang akan bertanggung jawab"
Oh sungguh ini tak begitu buruk untukku, akhirnya aku bisa pulang lebih cepat juga mimpi aapa aku semalam sampai bisa beruntung seperti ini.
Aku mengangkat wajahku kulihat disebelah ibu Kim berdiri seorang anak pria berpakaian seragam dan tersenyum padaku, jelas saja dia bukan siswa sekolah ini aku pun baru melihatnya.
Ibu Kim berkata jika ia pun akan memasuki ruangan kelasku untuk mengenalkan murid baru, aku berjalan mengikuti ibu Kim tepatnya dibelakang murid pria baru itu
Sesampainya diruang kelas aku segera menuju tempat dudukku dan mengambil tas milikku, semua anak memandangku sinis meski aku tidak melihatnya langsung karna aku menundukan kepalaku ketika berjalan tapi aku bisa merasakannya.
***
Pagi yang begitu cerah, membuat bahagia siapapun orangnya yang melihat keindahannya, angin pagi berhembus kencang menerpa tubuhku. Langkah demi langkah aku tapaki hingga sampailah kedepan gerbang sekolahku.
Aku memasuki ruang kelasku, terlihat disana beberapa orang anak memandangku dengan sinis bahkan ketika aku melewati mereka, mereka menghalang jalanku dan mendorong tubuhku hingga terjatuh. hanya tawa kesenangan yang mereka dapatkan.
Tiba-tiba seseorang mengulurkan tangannya padaku, aku secepat mungkin memastikan orang itu, ternyata itu adalah murid baru yang kemarin aku bertemu dengannya.
"ayolah... bangun.." ucap pria itu yang akupun tak mengenalnya
Sontak semua anak merasa heran dan bingung,
"Fandy! apa yang sedang kau lakukan?" tanya seorang murid laki-laki padanya
tapi dia tak menghiraukannya
Aku tak menerima uluran tangan miliknya, aku berfikir dia pun pasti sama seperti anak-anak lain, akhirnya aku pergi berlari keluar kelas.
Aku menangis dibawah pohon ditaman, aku tak peduli bel pelajaran sekolah dimulai. Hatiku hancur kenapa juga aku harus dilahirkan oleh sepasang keluarga penjual susu kaleng keliling? kenapa aku tidak seperti mereka? tuhan tak adil!.
Sampai sekolah sepi ditinggalkan oleh penghuninya, aku masih tetap berada dibawah pohon itu terduduk dengan kaki menegak menompang tangan dan daguku pandanganku sayu kedepan.
Tiba-tiba seseorang memegang pundakku, aku menoleh
"kau..." ucapku
"yah ini aku, apa aku boleh duduk disampingmu ?" tanya pria itu
"Untuk apa kau kemari ? apa kau pun ingin melihat seberapa menyedihkannya aku ?" Tanyaku dingin
"Tidak! aku kemari ingin berkenalan denganmu...." jawab pria itu
"Lebih baik kau pergi saja, bukankah teman-teman kayamu juga sudah pergi meninggalkan sekolah ini?" tanyaku lagi kecut
"Biarlah, tapi aku ingin bersamamu...." jawab nya
aku memandangnya muak secepat mungkin aku pergi meninggalkannya tapi ia mengejarku.
"Aku ingin menjadi temanmu, tak bisa kah kau terima aku menjadi temanmu?" tanya pria itu mengikuti dibelakangku
aku tak memperdulikannya, aku berlari berusaha menghindar darinya tapi ia tetap mengejarku.
Keesokan harinya anak pria murid baru itu tetap mengikutiku kemanapun aku pergi, dan anehnya pagi itu tak ada ejekan yang terlontar dari mulut semua murid disini tidak seperti biasanya, "Aku yang mengencam mereka untuk tidak memperlakukanmu dengan buruk!" tuturnya padaku ketika aku sedangterduduk sendiri dibangku ruang kelas "Apa maksudmu?" tanyaku tak mengerti dengan perkataanya
"Aku ingin menjadi temanmu... apa kau benar-benar membenciku ? aku hanya ingin menjadi temanmu tak lebih!"
"kenapa harus aku?" tanyaku "Dan asal kau tau aku tidak butuh siapapun disekolah ini termasuk seorang teman!" lanjutku tegas
"Tapi kenapa?" tanyanya
"Apa kau tak mengerti atau memang pura-pura tidak mengerti?" semua orang orang disini tak ada yang baik satu pun! apa itu yang selalu dilakukan oleh orang-orang kaya terhadap orang miskin sepertiku?" tanyaku dengan kedua bolamataku menatapnya
"Tidak semua orang seperti itu...." jawabnya
"Tidak?" tanyaku " Apa ada didunia ini orang yang memihak kepada orang miskin sepertiku ?"lanjutku menangis
"Ada!" jawabnya "Akulah orangnya, aku berada dipihakmu. Tak peduli siapa kamu dan siapa aku ... Yang jelas aku ingin berteman denganmu" Lanjutnya
Aku sejenak terdiam memandang matanya dalam.
"apa kau tidak malu jika berteman denganku?" Tanyaku masih memandang matanya
"Malu? apa maksudmu?" tak peduli siapa kamu dan siapa aku bagiku itu tak penting bukankah berteman dengan siapapun bisa tanpa harus memandang derajat orang tersebut?" jelasnya
Aku tersenyum padanya, ia pun membalas senyumanku dengan manis.
Semua anak menghampiriku, salah satu dari mereka mendorong tubuhku hingga aku terjatuh ke lantai.
"bangunlah.... ayo bangun anak miskin!" ucap seorang murid pria yang mendorongku tadi
Aku hanya bisa menangis menunduk, semua anak memukuliku hingga seluruh wajahku memar.
Tak berseling lama tiba-tiba seseorang datang yang tak lain itu adalah ibu kim, guru wali kelasku.
"Hentikan semuanya!!!" teriak ibu Kim,
Sesaat semua murid yang mengelilingiku terkejut dan spontan berlari berhamburan memasuki ruangan kelasnya masing-masing.
Ibu Kim secepat mungkin mendekatiku dan membantuku berdiri, "Kau tak apa Melati ?" tanya ibu Kim lembut
"Tidak bu, aku baik-baik saja" jawabku menunduk
"Lebih baik kau obati dulu lukamu, dan ibu akan meminta seragam baru untukmu" tutur ibu Kim
"Tidak bu tidak usah, aku baik-baik saja, terima kasih" kataku
"Baiklah, kau akan diijinkan pulang sekarang, ibu yang akan bertanggung jawab"
Oh sungguh ini tak begitu buruk untukku, akhirnya aku bisa pulang lebih cepat juga mimpi aapa aku semalam sampai bisa beruntung seperti ini.
Aku mengangkat wajahku kulihat disebelah ibu Kim berdiri seorang anak pria berpakaian seragam dan tersenyum padaku, jelas saja dia bukan siswa sekolah ini aku pun baru melihatnya.
Ibu Kim berkata jika ia pun akan memasuki ruangan kelasku untuk mengenalkan murid baru, aku berjalan mengikuti ibu Kim tepatnya dibelakang murid pria baru itu
Sesampainya diruang kelas aku segera menuju tempat dudukku dan mengambil tas milikku, semua anak memandangku sinis meski aku tidak melihatnya langsung karna aku menundukan kepalaku ketika berjalan tapi aku bisa merasakannya.
***
Pagi yang begitu cerah, membuat bahagia siapapun orangnya yang melihat keindahannya, angin pagi berhembus kencang menerpa tubuhku. Langkah demi langkah aku tapaki hingga sampailah kedepan gerbang sekolahku.
Aku memasuki ruang kelasku, terlihat disana beberapa orang anak memandangku dengan sinis bahkan ketika aku melewati mereka, mereka menghalang jalanku dan mendorong tubuhku hingga terjatuh. hanya tawa kesenangan yang mereka dapatkan.
Tiba-tiba seseorang mengulurkan tangannya padaku, aku secepat mungkin memastikan orang itu, ternyata itu adalah murid baru yang kemarin aku bertemu dengannya.
"ayolah... bangun.." ucap pria itu yang akupun tak mengenalnya
Sontak semua anak merasa heran dan bingung,
"Fandy! apa yang sedang kau lakukan?" tanya seorang murid laki-laki padanya
tapi dia tak menghiraukannya
Aku tak menerima uluran tangan miliknya, aku berfikir dia pun pasti sama seperti anak-anak lain, akhirnya aku pergi berlari keluar kelas.
Aku menangis dibawah pohon ditaman, aku tak peduli bel pelajaran sekolah dimulai. Hatiku hancur kenapa juga aku harus dilahirkan oleh sepasang keluarga penjual susu kaleng keliling? kenapa aku tidak seperti mereka? tuhan tak adil!.
Sampai sekolah sepi ditinggalkan oleh penghuninya, aku masih tetap berada dibawah pohon itu terduduk dengan kaki menegak menompang tangan dan daguku pandanganku sayu kedepan.
Tiba-tiba seseorang memegang pundakku, aku menoleh
"kau..." ucapku
"yah ini aku, apa aku boleh duduk disampingmu ?" tanya pria itu
"Untuk apa kau kemari ? apa kau pun ingin melihat seberapa menyedihkannya aku ?" Tanyaku dingin
"Tidak! aku kemari ingin berkenalan denganmu...." jawab pria itu
"Lebih baik kau pergi saja, bukankah teman-teman kayamu juga sudah pergi meninggalkan sekolah ini?" tanyaku lagi kecut
"Biarlah, tapi aku ingin bersamamu...." jawab nya
aku memandangnya muak secepat mungkin aku pergi meninggalkannya tapi ia mengejarku.
"Aku ingin menjadi temanmu, tak bisa kah kau terima aku menjadi temanmu?" tanya pria itu mengikuti dibelakangku
aku tak memperdulikannya, aku berlari berusaha menghindar darinya tapi ia tetap mengejarku.
Keesokan harinya anak pria murid baru itu tetap mengikutiku kemanapun aku pergi, dan anehnya pagi itu tak ada ejekan yang terlontar dari mulut semua murid disini tidak seperti biasanya, "Aku yang mengencam mereka untuk tidak memperlakukanmu dengan buruk!" tuturnya padaku ketika aku sedangterduduk sendiri dibangku ruang kelas "Apa maksudmu?" tanyaku tak mengerti dengan perkataanya
"Aku ingin menjadi temanmu... apa kau benar-benar membenciku ? aku hanya ingin menjadi temanmu tak lebih!"
"kenapa harus aku?" tanyaku "Dan asal kau tau aku tidak butuh siapapun disekolah ini termasuk seorang teman!" lanjutku tegas
"Tapi kenapa?" tanyanya
"Apa kau tak mengerti atau memang pura-pura tidak mengerti?" semua orang orang disini tak ada yang baik satu pun! apa itu yang selalu dilakukan oleh orang-orang kaya terhadap orang miskin sepertiku?" tanyaku dengan kedua bolamataku menatapnya
"Tidak semua orang seperti itu...." jawabnya
"Tidak?" tanyaku " Apa ada didunia ini orang yang memihak kepada orang miskin sepertiku ?"lanjutku menangis
"Ada!" jawabnya "Akulah orangnya, aku berada dipihakmu. Tak peduli siapa kamu dan siapa aku ... Yang jelas aku ingin berteman denganmu" Lanjutnya
Aku sejenak terdiam memandang matanya dalam.
"apa kau tidak malu jika berteman denganku?" Tanyaku masih memandang matanya
"Malu? apa maksudmu?" tak peduli siapa kamu dan siapa aku bagiku itu tak penting bukankah berteman dengan siapapun bisa tanpa harus memandang derajat orang tersebut?" jelasnya
Aku tersenyum padanya, ia pun membalas senyumanku dengan manis.
4. Ketika Waktu Telah Berlalu
Aku memandangi kamar ini untuk kesekian kalinya. Yang tergambar dalam
benakku sangatlah jelas dan tidak berubah. Aku teringat
kenangan-kenangan bersamanya, kenangan yang tak akan aku lupakan begitu
saja. Aku teringat bagaimana ia selalu ada di sampingku saat senang
maupun susah, karena ia selalu mengerti bagaimana membuatku tersenyum.
Aku seperti dihantam sesuatu. Aku tahu, ini menyakitkan, tetapi aku harus kuat sebagaimana ia berpesan. Ya! Aku tidak akan lagi bertemu dengannya, dihibur olehnya. Bayangan singkat kehidupanku dengannya kembali tergambar jelas, seperti di depanku terdapat sebuah proyektor yang menampilkannya.
Aku seperti dihantam sesuatu. Aku tahu, ini menyakitkan, tetapi aku harus kuat sebagaimana ia berpesan. Ya! Aku tidak akan lagi bertemu dengannya, dihibur olehnya. Bayangan singkat kehidupanku dengannya kembali tergambar jelas, seperti di depanku terdapat sebuah proyektor yang menampilkannya.
Ketika Waktu Telah Berlalu |
Kami semakin akrab dengan tempat duduk kami yang diatur berdekatan. Baru aku tahu saat itu bahwa rumahku dan rumahnya hanya berbeda beberapa gang. Ia pun tidak jarang datang ke rumahku untuk mengerjakan tugas. Aku ingat sekali bagaimana saat itu, kami tidak mengerjakan tugas melainkan ke taman dan mengukir nama kami berdua pada sebatang pohon. Kami menambahkan ‘Best Friend Forever’ di bawah nama kami.
Saat lelaki yang sedang kusuka berpacaran dengan perempuan lain, ia menghiburku, merangkulku dan melontarkan candaan-candaan yang membuatku tertawa. Ia tahu apa yang kurasakan walaupun aku tidak mengatakannya. Ia bahkan tahu lelaki yang kusuka walaupun aku tidak pernah menceritakan apapun kepadanya. Ialah yang menjadi alasan mengapa aku dapat kuat hingga detik ini.
Bayangan itu dengan segera berganti ke saat-saat dimana aku sangat panik karena melupakan tugas yang harus dikumpulkan keesokan harinya. Aku menelponnya, dengan harapan ia dapat menenangkanku. Ternyata benar, ia menenangkanku dengan datang ke rumahku dan membantuku membuat tugas hingga selesai, padahal saat itu hari sudah gelap dan kami menyelesaikannya tepat pada saat ayam berkokok pertama kali. Di sela-sela mengerjakan tugas, ia juga sabar mendengarkan cerita-ceritaku tanpa kuberikan kepadanya kesempatan sedikit pun untuk berbicara.
Aku kembali menyapukan pandanganku dan melihat satu lembar tiket konser Miley Cyrus, penyanyi luar Indonesia yang paling kami kagumi. Aku mengambilnya dan lagi-lagi pikiranku dipenuhi oleh bayang-bayang. Saat itu, kami duduk di kelas 2 SMA dan sedang menjalani ulangan akhir semester I, lalu kami mendapat kabar bahwa Miley Cyrus akan mengadakan konser di Jakarta. Kami sangat senang sekaligus bingung bagaimana caranya untuk menonton konser tersebut, karena pastinya kami tidak diizinkan.
Aku ingat sekali bagaimana kami menyusun rencana hingga akhirnya kami mendapatkan kesepakatan. Kami pun membeli tiket konser tersebut dengan uang hasil tabungan kami. Tetapi saat hari konser, entah dorongan darimana, aku mengubah rencana dan bersikeras untuk tetap menjalankan rencana yang kubuat. Ia pun dengan sabar menyetujuinya dan kami menjalankan rencana yang kubuat.
“Kau mau ke mana?” tanya papaku saat itu.
“Aku mau ke rumah Iva, Pa.”
“Jangan bohong, Ta, tadi waktu papa ke luar, papa lihat Iva dengan tasnya, kelihatannya dia mau pergi. Papa tahu kau merencanakan sesuatu.”
Begitulah pada akhirnya, karena aku, kami tidak jadi menonton konser Miley. Aku tahu, Iva sangat marah kepadaku. Aku tahu, ia akan benci sekali padaku dan tidak akan percaya pada kata-kataku lagi. Atau mungkin, itu hanyalah perkiraanku.
Nyatanya, setelah kejadian itu, ia tidak menyinggung kesalahanku. Ia malah menguatkanku karena ia tahu bahwa sebenarnya aku sangat ingin menonton konser tersebut.
“Ta, sabar ya! Nanti setelah ulangan akhir ini kita cari-cari konser Miley lagi, sampe ke luar kota pasti dibolehin kok! Sekalian liburan, sekalian nonton konser.”
Ia sama sekali tidak menyalahkanku. Ia sama sekali tidak mencoba untuk mengguruiku. Aku sangat bahagia telah mengenalnya.
Tetapi aku tidak menduga, bahwa kata-kata yang ia janjikan padaku tidak akan pernah ditepatinya. Bukan, bukan karena ia tidak mau, tetapi keadaan telah sepakat untuk menyiksanya.
“Ta, aku harus pergi ke Singapore, aku harus berobat ke sana. Aku sakit, kanker otak.”
“Kamu pasti bercanda…”
“Aku serius. Tetapi, aku akan berusaha untuk kembali ke sini, kok. Aku janji kita bisa ketemu lagi.”
Sejak kepergiannya, kami rutin bertukar e-mail, sekedar menanyakan kabar hingga bercerita yang macam-macam. Saat itu sangat menggembirakan, hingga aku menyadari bahwa waktu sangat berharga. Aku tidak tahu kapan kami akan berpisah. Aku tidak menanyakannya karena aku tahu, itu semua hanya akan memperburuk keadaan. Biarlah hari demi hari berlalu, dengan matahari yang masih menerangi bumi. Biarlah jarak mengambil alih, karena aku tahu, semua akan indah pada waktunya.
“Ta…”
Kudengar seseorang memanggil namaku, seseorang dengan suara bariton yang khas. Mario, kakak laki-laki Iva yang belakangan menjadi sahabatku, lebih dari sahabatku lebih tepatnya. Ia sudah kuanggap sebagai kakakku sendiri. Ia pun sudah menganggapku sebagai adiknya sendiri setelah ia kehilangan Iva.
Aku tahu, di antara kami, orang-orang terdekat Iva, kakak laki-lakinya-lah yang paling kehilangan, karena ia dan Iva telah bersama sejak kecil. Mario, kakak yang tegar dan selalu menemani Iva saat ia berobat. Mario, kakak yang setia sampai-sampai ia pindah kuliah ke Singapore untuk mendampingi Iva dalam menjalani masa kritisnya.
Aku tidak habis pikir, seseorang sebaik Mario harus menjalani cobaan yang begitu berat. Apakah ketidakadilan di dunia begitu kentalnya sehingga harus menyiksa semua orang yang benar dan menyenangkan semua orang yang salah? Apakah mungkin balasan untuk semua orang benar akan diterima setelah mereka mendapatkan kehidupan yang kekal? Kuharap begitu.
“Ta, kangen sama Iva?” kata Mario mencegah pikiranku untuk berkelana terlalu jauh.
Aku hanya tersenyum, mewakili perasaanku sebenarnya.
“Relakan dia, jangan jadikan kepergiannya sebagai beban dalam hidup. Yakinlah, ia sedang menyiapkan sesuatu yang terbaik di atas sana, bagimu, bagiku, bagi semua orang yang disayanginya. Ia telah sampai di ujung dunia, Ta. Bila saatnya tiba, kita juga akan sampai di sana dan kembali bertemu dengannya. Aku yakin, saat sampai di sana, persiapannya telah selesai. Kau akan menemukan apa yang kau butuhkan, sahabat, keluarga, saudara, dan semuanya abadi, selamanya.”
Aku kembali tersenyum dan membiarkan diriku dirangkul oleh Mario.
“Kak, aku boleh minta sesuatu?”
“Tentu.”
“Jangan pernah tinggalkan aku, ya…”
Mario tersenyum dan perasaanku tenang seketika. Saat itu juga aku sadar, hidupku dikelilingi orang-orang yang baik, karunia dari Tuhan. Dalam hati, aku bertekad untuk memulai hidup yang baru, lembaran pertama dalam sekuel buku yang berjudul kehidupan. Lembaran pada buku pertama telah terisi sampai lembaran terakhir, dipenuhi tentang kenanganku dengan Iva. Saat ini, aku siap memulai lembaran baru pada buku yang baru, dan aku sudah tidak sabar, apa yang akan kuhadapi setelah ini. Aku akan menjalani lembar demi lembar dengan sikap yang baru, Tata yang telah berubah.
Tak selamanya benang itu selalu rapi, seringkali pintalan benang itu
kusut, sulit diterjemahkan hingga berakhir kejenuhan. Begitulah
keadaanku sekarang, berada di tengah tikungan tajam persahabatan yang
memaksa aku memilih, sendiri tanpa tersakiti, atau bersama namun terus
tersakiti. Egois memang jika aku tetap memilih untuk berpisah dengan
sahabat-sahabat yang kurajut, kubangun dengan berjuta cerita,
pengharapan serta kejadiaan yang mengharukan hingga membuat aku tak bisa
melupakannya. Namun seegoisnya aku mencoba untuk sendiri, jauh lebih
menyakitkan jika aku terus bersama. Bagaimana tidak ? mereka orang yang
selama ini kusayang tempat bersandar berbagi rasa sedih, duka, dan
derita akrab dengan orang-orang yang telah membuatku jauh dari mereka.
Apa ini kecemburuan ? kurasa tidak, memanglah pantas jika aku merasa
sudah tidak di acuhkan lagi oleh mereka yang dulunya selalu tertawa
bersama. Apa ini hanya suatu ketidaksengajaan ? kurasa itu juga alasan
yang tidak tepat.
Terlebih Tania, sahabat yang memang dari awal aku masuk sekolah sampai sekarang sudah tidak berbagi tentang masalahnya kepadaku, malah memilih Gita, teman uupss mungkin sahabatnya yang sekarang untuk berbagi cerita tentangnya. Sangat miris sekali terasa disayat pisau tajam lalu dioles perasan jeruk.
Sebenarnya, aku sudah merasakan keretakan persahabatan antara Aku, Tania, dan Elena 4 bulan yang lalu. Ketika Gita mulai selalu mendekati Tania kemanapun Tania pergi. Pada saat itu, bukan hanya aku saja yang merasa jengkel dengan kejadiaan itu, tetapi juga Elena.
Pelangi Beri Aku Warna - Cerpen persahabatan |
“Vinaa kepoo.. vina kepooo “ sahutnya berlari diikuti Elena.
Sontak aku tak tinggal diam langsung mengiringi mereka sampai mengitari sekolahan yang bertingkat, naik tangga turun tangga. Kelelahan memang mengejar sambil menahan sakit perut. Namun aku masih terus mencari tahu, apa sih yang mereka sembunyiin ?
Dengan langkah tergopoh aku masih berusaha mengejar, diujung balkon sekolah aku mendengar suara cekikan Elena yang memang terdengar berbeda dengan siswa lainnya. Berniat mengagetkan, aku berjalan pelan menuju suara itu, yah memang benar perkiraanku, suara itu suara Elena dan Tania, lagi-lagi mereka masih cekikan sambil memegang handphone. Tingkat penasaranku semakin tinggi.
“Hoooii…”, aku mengagetkan mereka dari belakang.
“Haaaaaaaaaaaaa…”, mereka pontang-panting berlarian menuju perpustakaan. Aku masih tetap mengikuti arah mereka. Tiba-tiba saja, Gita datang menghampiriku.
“Sudahlah na, jangan ganggu mereka dulu. Mungkin mereka lagi tidak mau berbagi tentang itu” ucapkan Gita membuatku sedih.
Apa mungkin mereka tidak mau bercerita kepadaku ? pertanyaan itu langsung merongrong di kepalaku.
“Git, kamu tau gak apa yang mereka sembunyiin itu ? tanyaku dengan wajah jenuh.
“Tau sih na “ jawabnya singkat.
“Lalu kenapa mereka gak mau kasih tau ke aku ? Apa itu menyangkut tentang cowok barunya ? “ sahutku heran.
“Mungkin saja mereka ada perkiraan tertentu na”
“Yasudahlah”
Aku berlari meninggalkan Gita menuju kelas. Merasa jenuh, aku memutuskan untuk pulang. Daripada terus berlama-lama disini, tetap diacuhkan.
Di kamar, aku lebih memilih untuk tidur. Penat dengan rutinitas sekolah, membuatku cendrung letih.
Jam sudah menunjukkan pukul 4 sore, ketika aku tersentak dari tidur. Ternyata istirahat jika letih itu memang cocok dengan tidur, tidak salah jika orang-orang pintar banyak mendefenisikan tentang itu.
Tiba-tiba saja aku teringat akan handphone yang sedari tadi aku matikan. Ku genggam handphone yang berada disebelah kanan dan menekan tombol merah untuk menyalakan.
Setelah 1 menit nyala, pesan demi pesan bertubi-tubi datang, yah siapa lagi yang sms kalau bukan Tania, orang memang akrab lebih dulu denganku dibanding Elena.
Pesan pertama“Vina, dimana lo sekarang, gue jemput nih”
Pesan kedua “Lo mentang-mentang mau ultah 2 hari lagi na, jadi lo buru-buru beli persiapan buat ngerayainnya ya na ?
Pesan Ketiga “Na, balas dong na, dimana lo ?”
“Emangnya lo masih butuh gue tan, segitu penting ya gue buat lo, lo udah punya sahabat baru. Lo sendiri gak mau berbagi cerita sama gue. Lo lebih milih cerita sama Gita ketimbang sama Gue. Gue ngerasa gak berarti tan. Apa salahnya sih, berbagi sama gue. Siapa sih yang ngerasa di cuekin dengan sahabatnya sendiri, apalagi posisinya sekarang digantikan orang lain. Gue manusia, gue masih punya rasa.”, gumamku sedih diiringi air mata sambil memaki-maki handphone seakan-akan handphone tersangkanya.
Nada dering tanda panggilan masuk pun berbunyi, kutatap lamat-lamat layar handphone, ternyata itu dari Tania, memang sih tadi ada pesan dari operator yang mengatakan Tania dari tadi udah ngehubungi berulang kali. Tapi aku lebih memilih untuk tak menjawab. Karna takut, nanti air mata ini diketahui Tania, bahwa aku sedih akan sikapnya dan Elena.
5 panggilan tak terjawab, kini tampil dilayar handphoneku.
25 September, 1 hari sebelum hari ulang tahunku. Aku berharap semoga esok sahabat dan teman-teman memberi surprise terindah, apalagi besok hari Minggu, jadi mereka punya persiapan untuk merayakannya.
Dengan perasaan senang, aku tidur secepat mungkin, berharap pergantian umur membuat aku semakin dewasa dalam menyelesaikan masalah dan akan hadir orang yang memberi arti dihidupku. Aku pun terlelap.
26 September, 17 tahun terlahir kedunia membuat aku menjadi manusia yang terpilih untuk dapat hidup diwaktu yang cukup lama. Lagi-lagi aku segera meraih handphone berharap akan diserbu ucapan selamat dari siapapun.
Ternyata memang benar 12 pesan menghiasi layar handphone. Bagi para remaja, seseorang yang berarti dalam hidupnya, ya seseorang yang mengucapkan selamat untuk pertama kalinya. Ku cari pesan paling bawah untuk melihat siapakah orang itu. Yaaa, dari Tania. Jujur ketika aku melihat namanya ada perasaan senang dan sedih, tapi lebih dominan sedih sih. Habisnya Tania bukan Tania yang dulu, yang selalu ada disaat ku butuhkan.
“Na, selamat ulang tahun yang ke 17 ya. Panjang umur, semakin dewasa, bertambah rejeki, dan semakin disayang Buk Tantri, hehee”
Setidaknya dengan pesan dari Tania itu membuat aku sedikit terharu, berarti dia cukup ingat kejadian yang cukup berharga dihidupku.
Lalu dari segelintir pesan itu, kucoba mencari nama Elena, ya dia berada di posisi ke 4, walau kecewa aku juga cukup senang namanya juga unjuk gigi untuk mengucapkan selamatan.
“Vina, happy birthday ya, panjang umur, sehat selalu, makin pinter bahasa inggrisnya, dan makin banyak kosakatanya biar gak di ketawain lagi ya, hahaaa. Lofyu :* “
Perasaanku semakin tidak karuan dengan keadaan yang seperti ini. Persahabatan tidak selalu indah, tapi naluriku mengatakan untuk saat ini mungkin aku lebih baik menjauh dulu dari mereka, disbanding dekat malah bikin sakit hati.
Siang telah menjelma, tapi sedikitpun tanda-tanda kehadiran mereka tak terusik pun. Kekhawatiran semakin menghadangku, aku semakin pesimis, Mana mungkin mereka datang untuk merayakan ulang tahunku, aku kan bukan siapa-siapa. Bak bumi merindukan bulan.
Hingga sore telah mengubah terang menjadi temaram kehadiran mereka sama sekali tak menunjukkan arah, yasudahlah, mungkin mereka ada keperluan, gumamku berusaha berpikir positif.
Keesokan harinya disekolah, aku berangkat dengan sejuta harapan lagi, datang pagi dan berusaha agar tidak terlambat. Ya cara itu berhasil, aku datang ketika jam menunjukkan pukul 6.45, berarti lebih cepat 20 menit dari biasa.
Menjalani rutinitas belajar sampai pukul 10.00 cukup membuatku lelah dihari itu, entah kenapa ? ini tidak seperti biasanya. Badan panas, kepala sakit, bahkan kaki terasa nyeri. Dibilang salah makan bukan, pagi tadi tetap makan nasi. Terus apa yang salah ? tadi pagi saja aku masih baik-baik saja. Sungguh menyebalkan, sakit datang tak sesuai waktu.
Menjelang pukul 13.00 aku semakin menjadi sakitnya. Untuk jalan saja aku sudah tidak kuat, ya terpaksa pukul 2.00 selesai mata pelajaran normal aku pulang. Ketika melewati pintu keluar, Gita memanggilku.
“Vinaaa, vina kenapa ? Vina sakit ya ?” , ucapnya mendekatiku.
Aku masih diam, bukan karena marah tapi karena gak bisa ngomong.
“Iya, vina sakit yaa ? Tapi kalo diliat-liat dari cara balas sms kemaren gak percaya deh kalo vina sakit ?, sergah Tania heran.
“Benar tuh, kemaren Elena sms Vina balasnya gak kayak orang sakit, GWS ya na”, potong Elena menepuk bahuku.
Tiba-tiba saja air mataku jatuh, memang bawaan sakit begitu. Tania dan Elena mengusap air mataku, sedangkan Gita memelukku. Aku cukup terharu saat itu, mungkin itu wujud pertahian mereka. Tapi entahlah. Maybe.
Nanda yang dari tadi menungguku untuk diantar keluar bergeming.
“Ayo Vina, tapi mau diantar keluar”
“Ehh iya nan, gue pulang dulu”pamitku kepada mereka.
“Vina, Elena ikut juga”
“Iya, Tania juga”
“Baiklah” sahutku.
Diperjalanan pulang. Mereka masih bicara tentang keadaanku, mereka kurang yakin aku sakit, karena sepengetahuan mereka kemaren aku tidak menunjukkan tanda-tanda apapun. Tapi yasudahlah namanya juga penyakit, kapan datangnya kita juga tidak tau.
Sesampainya dirumah, aku langsung rehat di kamar. Sungguh, sakitnya luar biasa. Kepala sakit, padan panas tinggi, kaki kecapekan. Membuat aku izin sekolah satu hari.
Setelah cukup merasa sembuh, aku memilihkan untuk sekolah kembali, karena dihari itu ada jadwal belajar dengan guru favoritku, guru yang banyak mengajarkanku tentang hidup, walau hanya bertemu dikelas 2 kali, tapi pelajarannya memberi arti banyak untukku.
Sehabis jam belajar akhir, aku langsung pulang karna kondisiku sudah lemah. Walau banyak yang mengajak untuk bercerita ya terpaksa aku menolak dan syukurlah mereka mengerti.
Keesokan harinya, masih sama dengan kemaren, sehabis jam pembelajaran aku lebih memilih pulang, tapi masih ada juga yang mengajakku bercerita. Hingga akhirnya Elena dan Gita menghampiriku kekelas.
“Vin, jangan pulang dulu yaa. Kita mau jalanin misi sekolah kemaren itu loh !’ bisik Gita kepadaku.
“Iya Vin, jangan pulang dulu yak !”, potong Elena.
“Maaf ya teman, gue gak bisa, perut gue perih nih, gak kuat. Gue pulang dulu ya”.
“Tapi..”, potong Elena.
“Iya Elen, jangan maksa Vina dia juga masih sakit, gak percaya coba pegang jidatnya, panas kan ?” bela Rani teman satu kelas.
“Baiklah Vin. Hati-hati ya, perlu diantar ?” Tanya Elena.
“Gak usah, gue bisa sendiri Len”, sanggahku.
Sesampainya dirumah, aku kembali menghampiri ranjang untuk istirahat, selang 30 Menit. Aku dibangunkan Kak Mira dari tidur.
“Vin, bangun Vin, ada teman kamu tuh ?”
“Teman ?”
“Ya, 2 orang”
“Bilang aja aku lagi gak dirumah kak”, cetusku yang yakin itu pasti Tania dan Elena.
“Gak boleh gitu, dia jauh-jauh nengok kok malah ditolak”
“Ya males kak, kan disekolah udah tadi”
“Sstt, ayo keluar mereka udah lama nunggu”
Dengan wajah cemberut aku berjalan menuju Ruang Tamu.
“Vin..”
“Ya, ada apa ?”
“Gak suka ya kami datang?”
“Ya ngapain kalian kesini ? Gue mau tidur nih !” cetusku.
“Tan, kita gak boleh kesini Tan sama Vina”, sahut Elena ke Tania.
“Iya vin, kita gak boleh ?”, Tanya Tania dengan wajah Iba.
“Hahaaa”, aku mengakhiri saat genting dengan mengajak mereka minum.
2 jam tlah berlalu mereka pulang, karena dirumah tamu-tamu juga sudah banyak berdatangan dari luar kota. Karena itu memang tradisi keluarga kami, berkumpul dirumahku setiap akhir minggu. Mereka pulang dengan sedikit cemberut, mungkin karena perlakuanku yang terkesan tidak suka.
Minggu tlah berlalu, Senin hadir dengan rutinitas baru. Hari ini upacara, aku tetap meilih untuk ikut, daripada didiskriminasi, rasanya gak enak banget.
Kini jam sudah menunjukkan pukul 4.10 sore, berarti jam pelajaran sudah usai untuk hari ini. Aku bergegas pulang.
Disaat menuju pintu, aku digopong Ratih untuk berjalan. Aku mulai heran, ada apa sih ? gumamku.
“Happy Birthday Vina”, sorak teman-teman disekitarku, diikuti kehadiran Gita membawa cake bergambar Angry Birds besar bertuliskan Happy Birthday Vina.
Aku masih dalam posisi diam, tanpa ekspresi. Hingga ke acara pemotongan kue, aku masih diam, tanpa direncanakan ekspresi itu berjalan sendiri.
Tak ada yang namanya suapan pertama bagiku. Kue itu kupotong sama banyak, lalu dibagi untuk teman-teman yang ada disana. Secuil pun aku tak menyicipi kue itu. Karena aku merasa, untuk apa dirayakan ? jika harus telat satu minggu.
Aku pulang ketika kurasa itu sudah selesai. Aku juga melihat ekspresi wajah mereka tidak puas dengan respon dariku. Aku sendiri juga tak menyadari, mengapa respon aku harus seburuk itu. Lagi-lagi yasudahlah, namanya juga waktu, tak menentu untuk hadir.
Lain waktu, teman-teman menyampaikan perasaannya tentang kejadiaan kemaren. Mereka mengkritik tentang ekspresiku. Banyak yang memberikan komen tentang masalahnya. Aku tetap diam, anjing menggonggong khafilah berlalu. Pribahasa yang indah menurutku.
Semakin hari persahabatanku dengan Tania dan Elena semakin kacau, aku mulai jarang menghabiskan waktu dengan mereka. Lagian mereka juga sudah punya sahabat yang baru, jadi mereka tidak kesepian lagi dong.
Hingga suatu saat aku melihat album fhoto disalah satu situs yang melukiskan tentang keakraban mereka, awalnya sih cuek, tapi kalau dipendam nyesek juga.
Berlanjut, disaat update di twitter aku juga membaca twit dari Tania yang sumpah bikin aku nyesek banget.
“Udah ada teman baru, mulai jarang ngumpul sama kita, bilang busy juga”
Lagi-lagi nyesek bener bacanya, banyak orang yang hanya bisa menuduh tanpa mengetahui sebab kenapa seseorang melakukan perbuatan itu.
Aku langsung berpikir, teman baru ? aku ya yang dapat teman baru, bukankah Elena dan Tania ya ? mereka sibuk dengan dunianya, apa salah aku menjauh karena aku ngerasa aku udah gak sejiwa lagi. Mereka suka jalan-jalan, aku lebih suka dirumah, mereka suka nongkrong, aku lebih milih pulang, mereka sering update, aku jarang update. Apa aku salah menjauh dan memilih untuk menyatukan mereka dengan teman barunya ? aku tidak mengganggu, tidak marah ? tapi kenapa mereka ngerespon begitu ? Miris ya !
Sebulan tlah berlalu, keadaan masih tetap sama. Hingga banyak orang yang mengetahui keretakanku dengan Tania dan Elena. Ditelingaku sendiri mendengar seseorang mengatakan sambil melihat suatu situs.
“Jadi ini sahabat baru Elena dan Tania”
Kalimat itu sangat menyakitkan, seakan-akan aku tidak berarti lagi. Namun itu tak masalah, aku mengambil sebagai tambahan untuk memperkuat bahwa aku tidak salah untuk menjauh orang yang aku sayang demi kebahagiaan mereka. Agar mereka tidak terganggu oleh ketidakbisaankumewujudkan keinginan mereka.
Jujur, aku sebenarnya gak mau bungkam-bungkaman dengan kalian, hanya saja aku ngerasa kita udah beda pandangan dan alur. Kalian ngerti gak aku ngelakuin itu untuk apa ? supaya kalian dapat bergerak bebas kesana kemari dengan mereka-mereka yang benar-benar bisa mewujudkan semua itu.
Kalian mungkin menyadari, kini sikapku mulai berubah. Tidak cerewet, lebih pendiam bahkan sangat pendiam. Ya mungkin itu bagian doa tentangku. Ingat gak waktu Tania bilang “Semoga diulang tahun ke17, Vina gak bawel lagi” , ya mungkin itu bagian dari terkabulnya doa kalian untukku.
Aku harap kalian ngerti keputusanku. Aku gak ingin dekat karena aku takut aku tersakiti. Kalian sudah cocok kok dengan mereka. Mereka yang sempurna sama seperti kalian, yang dapat memahami kalian dan bahkan kalian lebih mempercayai mereka untuk berbagi cerita, bukan aku. Berarti kalian sudah komplit. Buat apa lagi ada aku ? dengan adanya aku mungkin akan mengurangi rasa senang kalian.
Karena aku paham, “Sahabat tidak harus dekat, tidak harus lekat. Sahabat itu hanya butuh pengertian dan mempercayai “ dan aku yakin “Pelangi saja yang banyak warna tidak repot mengurusi warna-warnanya. Apalagi kita masa mau kalah dengan Pelangi, sesungguhnya pelangi yang indah itu pelangi yang dapat memberi banyak warna, bukan hanya kebahagiaan tetapi juga penderitaan, sama seperti kita“
END
6. Misteri Lagu Nina Bobok
Sekitar tahun 2004 datang keluarga
kecil yang pindah dipulau jawa yang berasal dari Jakarta disebuah rumah
jawa kuno yang kabarnya dulu pada jaman belanda ada sebuah kelurga kecil
yang tinggal dirumah jawa ini dan mempunyai seorang anak perempuan yang
bernama nina, karena demam tinggi dan tidak sempat menciptakan lagu
serta menyanyikannya untuk nina akhirnya nina meninggal dunia, namun
keluarga kecil dari Jakarta tidak begitu percaya pada mitos tersebut.
Ketika sudah sampai dirumah jawa tersebut wina 6tahun anak dari yoga dan vina yang akan menempati rumah jawa tersebut mendengar suara nyanyian Nina Bobok yang dibawakan oleh seorang wanita didalam kamar dengan merdunya, wina lalu menceritakan kepada ibunya yang sedang beres-beres.
“Mama, wina dengar ibu-ibu lagi nyanyi Nina Bobok didalam kamar”
“Apa wina sayang, jangan aneh-aneh lah, mama nggak suka”
“beneran Ma wina dengar”
“Wina, mama mohon jangan ngada-ngada mama lagi sibuk beres-beres, Ya sudah kamu sama papa aja ya”
Saat kamaya sedang melihat kamar yang misterius itu ia sadar ada sebuah lukisan entah itu wajah siapa akan menjadi sebuah misteri, saat akan meninggalakan kamar itu kamaya melihat lukisan itu menangis darah dan datanglah sebuah alunan lagu Nina Bobok aku pun ikut menyanyi juga sambil melihat wina yang ketakutan lagi sambil tersenyum. Setelah kamaya masuk mobil dan berangkat terlihat dari kejauhan dirumah tante dan om kamaya ada Nina dan Ibu Nina yang akan abadi dirumah itu.
Ketika sudah sampai dirumah jawa tersebut wina 6tahun anak dari yoga dan vina yang akan menempati rumah jawa tersebut mendengar suara nyanyian Nina Bobok yang dibawakan oleh seorang wanita didalam kamar dengan merdunya, wina lalu menceritakan kepada ibunya yang sedang beres-beres.
“Mama, wina dengar ibu-ibu lagi nyanyi Nina Bobok didalam kamar”
“Apa wina sayang, jangan aneh-aneh lah, mama nggak suka”
“beneran Ma wina dengar”
“Wina, mama mohon jangan ngada-ngada mama lagi sibuk beres-beres, Ya sudah kamu sama papa aja ya”
Misteri Lagu Nina Bobok |
Lalau wina menghampiri papanya dengan wajah yang ketakutan….
“Papa, wina tadi dengar suara ibu-ibu nyanyi Nina Bobo didalam kamar itu”
Papa nina menjawab dengar tertawa kecil seakan meremehkan perkataan wina tersebut?
“Wina dirumah ini tidak ada siapa-siapa kecuali ada papa, mama, dan wina, kalau wina tidak percaya ayo kita kekamar yang katanya wina ada hantunya”
Lalau wina diajak ayahnya kekamar yang membuat wina ketakutan, pas sudah didepan pintu kamar wina mendengar teriak-teriakan kecil namun papanya tidak mendengarnya, ketika papa wina akan membukanya, nina berusaha untuk mencegahnya.
“Papa jangan dibuka……”
Ketika papanya sudah membuka pintu itu dan melihat kedalam tidak ada apapun yang ada Cuma ranjang, lemari dan lukisan seorang anak kecil, lalu papa wina menghampiri wina dan mengajak kedalam serta memberitahu bahwa tidak ada apa-apa dikamar ini, dan wina pun ditawari ayahnya untuk menempati kamar tersebut.
“wina mau kan tidur dikamar ini, bagus lo kamarnya”
“Wina nggak mau ayah disini ada hantunya”
“”Wina papa kan sudah bilang hantu itu tidak ada jadi wina nggak boleh takut lagi, Papa ngerti kok wina belum terbiasa dengan rumah baru kita, ya sudah wina ikut papa ketaman ya”
Jawab wina dengan wajah yang masih ketakutan?
“ia papa”
Saat akan meninggalkan kamar itu terdengar lagi suara nyanyaian Nina Bobok oleh wanita misterius itu, wina biggung apa yang harus ia perbuat dan harus bercerita kepada siapa bahwa rumah yang ia tinggali bersama papa dan mamanya itu berhantu.
Handpone mama wina berbunyi pertanda ada yang meneleponya saat itu, lalau mama wina segera mengangkatnya saat sedang membersikan ruang tamu yang penuh debu.
“HALO……..dengan siapa ya”
“Tante Ini Frans kakanya kamaya”
“OW…Frans bagaimana kabarmu dan keluarga disana”
“Tidak baik tante ayah dan ibu sudah meninggal karena kecelakaan pesawat saat akan pergi ke Korea”
“Tante turut berduka cita Frans”
“Ia tante, Emmmm tante Frans minta tolong untuk beberapa bulan kedepan Kamaya tinggal dirumah tante, soalnya Frans ada kerjaan diKorea karena client ayah ada disana”
“Oh…….ia Frans tentu saja tante mau, Rumah tante selalu terbuka buat kamu dan kamaya”
“Ngomong-ngomong alamat tante ada dimana”
“DIjogja tepatnya dirumah jawa kamu tahu kan”
“Oh……Ia tante makasih tante, sudah dulu ya tante, Terimakasih”
Saat sudah selesai terdengar ada yang jatuh dikamar yang membuat wina takut membuat kaget mama wina namun mama wina berfikir mungkin itu Cuma tikus, lalu mama wina menemui papa wina dan menceritakan kabar bahwa keponakanya yang bernama Kamaya akan tinggal bersama mereka.
“Papa, Mama ada kabar buat papa”
“Apa ma sepertinya penting sekali”
“Papa masih ingat Kamaya keponakan mama yang ada dibatam”
“Oh.ia mama, Papa ingat ma, memang ada apa dengan Kamaya Ma”
“Kamaya mau tinggal satu rumah sama kita karena si Frans mau ke Korea mengurusi kerjaan ayahnya, Nasib mereka sungguh malang Pa harus ditinggal oleh Ayah Dan Ibunya untuk selamanya”
Papa wina kaget saat mendengar kabar buruk itu?
“Berarti disini ada yang menjaga wina dong ma”
“Ia Papa, Wina senang kan Tante Kamaya akan tinggal bersama kita”
Wina hanya tersenyum……….
Karena waktu semakin sore Wina dan kedua orang tuanya masuk rumah……
sebuah tempat tinggal yang mewah dan besar singgah 2 saudara yang ditinggalakan oleh kedua orang tuanya karena kecelakaan pesawat, Kamaya, Frans serta para pembantunya berkumpul diruang tamu. Karena Frans akan akan memeberi tahu bahwa Kamaya akan tinggal bersama tantenya dipulau jawa.
“Selamat malam, disini saya akan memberikan informasi penting yaitu Kamaya akan tinggal bersama Tante Vina yang saat ini beliau tinggal dipulau jawa tepatnya dirumah jawa”
Kamaya kaget saat mendengar keputusan yang diberikan kak Frans untuknya, karena sebenarnya Kamaya tidak ingin pindah sebab masih ada para pembantunya yang masih bisa mengurusi segala keperluannya.
“nggak kak Kamaya nggak mau, kamaya masih pengen tinggal disini karena almarhum ayah dan ibu belum genap 10 hari kak”
“Kakak tahu Kamaya Ini yang terbaik untukmu, karena Kakak akan pergi ke Korea untuk menyelesaikan bisnis ayah disana, kakak mohon”
Kamaya terdiam sejenak tanpa satu kata pun, salah satu pembantunya terlihat khawatir dengan Kamaya seperti mau memeberikan informasi penting. Beberapa menit kemudian kamaya memberikan keputusan pada kakaknya tersebut.
“Baik kak, Kamaya mau ikut Tante Vina dijawa, tapi dengan satu syarat”
“Apa itu Kamaya”
“Kamaya ingin kakak jangan lama-lama diKorea”
“Ia Kamaya…Ya sudah kakak mau mengurusi paspor dan visa untuk berangkat minggu depan dan besok kamu akan kakak antar ketempat Tante Vina di jawa disana kamu bisa jaga Wina”
“Ia kak”
Lalau Frans meninggalakan kamaya………….
Begitu terpukulnya Kamaya kehilangan kedua orang tuanya yang ia sayangi, Kamaya yang dulu ceria kini menjadi pemurung, hari-hari ini pembantunya melihat kamaya sering melihat keluar jendela sambil melamun, pembantunya tersebut mendekati dan memeberi tahu tentang rumah jawa yang ia dengar tadi.
“Non Kamaya, maaf Bibik menganggu, Bibik mau bercerita tentang rumah jawa yang diceritakan oleh Den Frans tadi supaya Non Kamaya bisa jaga diri disana”
Kamaya lalu menoleh kearah pembantunya dengan mata penuh misteri yang membuat pembantunya gugup.
“Maksud Bibik apa? “
“Bibik asli orang jawa, dulu waktu bibik kecil dijawa dekat tempat Tante Non kamaya tinggal, jadi bibik sedikit tahu tentang rumah jawa itu”
“Apa ditempat Tante Vina ada penunggunya”
“Emmm ya begitulah Non, Tapi sudah melegenda non, jadi kalau non denger lagu Nina Bobok yang dinyanyikan oleh seorang wanita dan suara anak nangis jangan digubris Non, Satu lagi Non Konon Jaman belanda dulu ada seorang kelurga yang mempunyai anak yang meninggal karena demam tinggi dan anak itu tidak sempat dinyanyiin lagu, jadi penasaran sampai sekarang”
Lalu pembantu tersebut meningglkan kamaya, dengan penuh rasa ketakutan….
Pagi itu, kamaya sedang beres-beres barang yang ia akan bawa ke jawa,Kamaya melihat foto ayah dan ibunya dan masih teringat saat orang tuanya masih hidup setiap pagi selalu sarapan bersama-sama, namun kenangan hanya tinggal kenangan yang tidak akan pernah terulang kembali.
“Kamaya Ayo kita berangkat ntar ketinggalan pesawat”
Kata Frans……
“Ia kak”
Saat akan menaiki mobil Kamaya berpamitan dengan pembantunya yang sudah ia anggap seperti keluarganya sendiri.
“Mbok, Pakde Kamaya pamit ya”
“Ia Non inget ya hati-hati disana”
Lalu kamaya tersenyum dan lekas masuk mobil, ketika mobil jalan serta menjauh dari rumahnya terlihat mendiang almarhum ayah dan ibunya terlihat sedang melambaikan tangan seolah mereka masih ada namun kamaya hanya berfikir ini hanya halusinasi belaka karena rasa kangenya yang amat mendalam terhadap ayah dan ibunya.
Ketika sampai dibandara Kamaya Dan Frans lekas masuk Ke pesawat karena jadwal pemberangkatan Batam Ke Jawa akan segera lepas landas……..
3 jam sudah berlalu Kamaya Dan Frans sudah sampai dipulau jawa dan meninggalkan Batam tempat kelahiran mereka berdua, lalu Frans ditelfon oleh Om yoga karena mereka akan dijemput.
“Frans Ini om Yoga, kamu dimana sekarang”
“Ia om saya dan Kamaya sudah sampai dibandara Om dimana”
“Kamu dan kamaya lagsung aja menuju ke pintu masuk bandara”
“Ia om”
Lalu mereka menuju ketempat om yoga yang telah menunggu…….
Sesampainya didepan pintu masuk bandara ia langsung masuk mobil dan berangkat kerumah omnya, mereka juga sambil bercerita bahwa hidup dijawa sungguh enak bisa menikmati pemandangan yang indah dan masih asri, saat itu Frans dan Om yoga sedang asik-asiknya ngobrol, Kamaya hanya terdiam memikirkan perkataan pembantunya bahwa rumah jawa itu ada penghuni mahluk halus.
Sesampainya mereka dirumah Om yoga, Frans dan Kamaya disambut oleh wina dengan suka ria…
“Tante Kamaya, apa kabar?”
“Baik wina, wina sendiri dirumah baru suka nggak”
Lalu wina membisikan kata-kata yang membuat Kamaya kaget…..
“Wina Takut Tante dirumah wina ada suara-suara aneh”
Kamaya tegang saat mendengar cerita dari wina, Konon anak seumuran wina masih bisa berkomunikasi dengan makluk halus, dan itu adalah kenyataan.lalu Mama wina mengajak Frans dan Kamaya untuk masuk rumah namun wina saat itu memegang tangan Kamaya seerat mungkin dan mengatakan?
“Aku takut Tante”
Kamaya menyakinkan wina bahwa dirumahnya tidak ada apa-apa, Kamaya sebenarnya punya indera yang bisa melihat mahluk halus secara kasap mata, ketika akan masuk rumah tersebut Kamaya merasakan hawa negative menyelimutinya seolah ada yang tidak suka ia masuk rumah tersebut, saat wina dan Kamaya akan melewati kamar yang membuat wina takut, Kamaya merasakan ada sesuatau yang mematai-matainya dari belakang dan dari depan entah itu sebuah arwah yang tak tenang.
Saat sudah berkumpul dan istrirahat diruang tamu Kamaya Dan Frans minum the hangat agar perasaan dan pikiran menjadi rileks, Lalu Tante vina menanyakan sesuatu hal.
“Kamaya kamu yakin mau tinggal disini….”
Kamaya terdiam seolah-olah ia sedang dipermainkan?
“Ia tante memang Kenapa”
“Awas disini ada seorang yang menyanyi lagu nina bobok tiap malam dan tangisan anak kecil”
Kamaya terdiam dan wajahnya pucat karena cerita dari tantenya itu?
“hahahahahhaha Takut ya Kamaya, tenang kamaya disini mana ada hantu, itu Cerita konyolnya wina”
Lalu Kamaya menjawabnya dengan serius seolah-olah ia ingin menyakinkan bahwa makluk halus dan dunia lain itu ada dan dekat dengan kita.
“Itu memang ada tante tepat disamping kita berada”
Tante vina lalu mengalihkan pembicaraan saat itu pada frans yang sedang asyik-asyiknya minum the dan melihat siaran Televisi.
“Frans Kamu kapan berangkat Ke Korea”
“Mungkin minggu depan Tante dan besok harus pulang kejakarta lagi karena ada yang harus diselesaikan”
“ow ia ia”
Malam kelam mulai datang menyelimuti rumah Jawa, terdengar suara burung gagak pertanda ada sesosok arwah yang datang pada malam itu, Wina dan kamaya sedang asyik-asyiknya bermain boneka bersama-sama dikamar wina dekat kamar kosong yang ditakuti wina, sekitar pukul 10.00 malam terdengar suara nyanyian Nina Bobok yang merdu bagaikan penyanyi ulung.
"Nina bobo, oh.. nina bobo..
Kalau tidak bobo di gigit nyamuk..."
Lagu itu diulang bekali-kali selama setengah jam mungkin saat itu yang bisa mendengar wina dan Kamaya saja, karena rasa penasaran itu melanda mereka berdua, kamaya putuskan untuk mencari sosok wanita yang menyanyikan lagu ninak bobo tersebut dikamar sebelah wina. Wina saat itu benar-benar ketakutan namun kamaya mencoba menenangkannya jangan sampai teriak, Kamaya keluar kamar untuk menuju kekamar yang misterius itu, sesampainya didepan pintu? suara itu tetap tidak menghilang malah tambah keras, tangan kamaya bergetar hebat saat akan membuka pintu dan……..
“Kak jangan dibuka….”
Sahut wina sekeras mungkin membuat semua penghuni rumah terbangun oleh suaranya, kamaya terdiam saat Tante Vina sudah ada disampingnya dan datang lah om yoga serta Kak Frans.
Tanya Tante Vina pada kamaya?
“Ada apa ini kamaya dan kenapa kamu ada disini”
“Maaf tante, tadi disini ada suara orang nyanyi lagu Nina Bobok”
“Apa ada yang nyanyi nina bobok, ah….ngaco kamu kamaya”
Lalu tante vina masuk kekamarnya lagi dengan om yoga, sedangkan kan frans memberi saran untuk ku.
“Kamaya makanya sebelum tidur berdoa dulu”
Kamaya hanya terdiam sambil memegang erat tangan wina yang sedari tadi ketakutan.
Pada suatu pagi yang mendung, semua orang rumah beraktivitas seperti biasanya namun kakak kamaya harus pulang ke Jakarta pagi itu, sebenarnya berat untuk meninggalkan kamaya disini namun apa daya frans karena harus meniti masa depan yang lebih baik agar tidak menyusahkan keluarganya atau orang lain.
“Kamaya kak Frans pamit ya, kamu jaga diri disini, jangan malas-malasan ya”
“ia kak, tapi kamaya juga pesan kakak harus percaya dengan cerita kamaya bahwa dirumah ini tidak beres”
“maksud kamu apa kamaya”
“Oh…..tidak kak”
Sahut tante vina dan om yoga…..
“Hati-hati dijalan ya Frans, kalau sudah pulang nanti kamu mampir kesini”
“ia tante itu pasti, wina om pamit ya”
“ia om……”
Frans lalu berlekas masuk mobil dan meninggalkan kamaya…….
Terlihat begitu sedih kamaya saat itu namun, demi kebaikan kakaknya dan dirinya kelak, Tante vina mencoba member motivasi agar kamaya semangat dan selalu ceria.
“Tenang kamaya kakakmu tidak apa-apa, ayo ikut tante masak didapur sama wina”
“ia tante…..”
Saat akan kedapur harus melewati kamar yang misterius itu terdengar suara anak kecil nangis, kamaya berhenti sejenak mendengarkan suara itu semakin didengar semakin keras, dan pada saat itu dikagetkan oleh tante vina.
“Hayo…….ngapain kamaya”
“Tante dengar suara tadi”
“Suara apa………”
“nggak tante, tante kamaya pengen pindah kamar ke kamar kosong ini….nanti biar kamaya yang bersihin”
Wina sepertinya berusaha tidak mengijinkan karena takut hantu wanita itu akan marah pada kamaya.
“Jangan kak kamaya nanti hantu wanita dan anak kecil itu marah”
Lalu tante vina mengalihkan pembicaraan lagi karena masih tak percaya dengan adanya makluk halus.
“Udah apaan si kalian debat yang nggak penting, Ya sudah kamaya boleh menempati kamar itu”
Saat kamaya sedang beres-beres baju dikamar wina, wina datang menghampiri kamaya dengan membawa serenteng bawah putih untuk kamaya agar tak diganggu makluk halus yang selama ini sering menampakan diri.
“Kak kamaya aku punya sesuatu buat kakak biar nggak diganggu hantu itu lagi, terima ya kak aku udah susah payah buatnya”
Jawab kamaya?
“Ia wina sayang makasih ya, oya ikut kakak yok bersih-bersih kamar”
Wina?
“ayok kak”
Lalu mereka berdua menuju kekamar yang misterius itu dan membukanya secara perlahan-lahan, sungguh kotor kamar itu sudah berapa lama kamar itu tidak dipakai hingga penuh debu membuat pengap, kamaya lalu membuka jendela kamar agar pengapnya keluar dan timbul matahari begitu terlihat barang-banrang yang tergeletak ada semacam kertas kusam diatas kasur, kamaya lalu mengambilnya dan berisikan bait lagu nina bobok.
Kamaya berfikir bahwa yang diceritakan selama ini, ia yakin bukan kisah real nya asal mula lagu nina bobok ini, kamaya yakin dibalik wanita misterius dan tangisan anak kecil itu ada kaitanya dengan kertas yang berisikan bait ini, ia langsung membereskan kamar itu hingga rapi dan bersih.
Malam itu……….
Didalam kamar yang sepi kamaya tertidur pulas seakan sedang bertemu ibunya dan kamaya dipangkuan ibunya dinyanyikan lagu nina bobok yang membuat tidurnya nyaman, tapi semakin lama semakin menyeramkan suaranya membuat kamaya tebangun.
Kamaya sadar ada yang memenggil-manggil namanya, terlihat sesosok anak kecil berada didepan lemari sambil menangis, kamaya memanggil –manggil wina, mungkin dikira wina.
“wina-wina ngapain kamu disitu”
Tangisan itu makin keras……..dan berbalik, sungguh menyeramkan hingga kamaya langsung berlari meninggalkan kamar itu, ketika akan membuka pintu sungguh sulit hingga anak kecil itu memegang tubuh kamaya dan kamaya seperti sedang dalam kisah opera nyata yang tak mungkin masuk akal manusia.
(Cerita kebenaran yang digambarkan anak kecil itu yang bernama (NINA)
Beberapa dekade setelah kedatangan Cornelis de Houtmen di Banten, warga negara Belanda dari berbagai kalangan sudah memenuhi pulau Jawa dan pulau-pulau lainnya di Indonesia. Alkisah seorang gadis belia asal Belanda bernama Nina Van Mijk, gadis yang berasal dari keluarga komposer musik klasik sederhana yang menetap di Nusantara untuk memulai hidup baru karena terlalu banyak saingan musisi di Belanda.
Hidup Nina berjalan normal seperti orang-orang Belanda di Nusantara pada umumnya, berjalan-jalan, bersosialisasi dengan penduduk pribumi, dan mengenal budaya Nusantara. Kedengaran indah memang, tapi semenjak kejadian aneh itu keadaan menjadi berbanding terbalik. Kejadian aneh itu terjadi pada suatu malam badai, petir gak henti-hentinya saling bersahutan. Dari dalam kamarnya Nina menjerit keras sekali, di ikuti suara vas bunga yang terjatuh dan pecah.
Ayah, Ibu serta pembantu keluarga Nina menghambur ke kamar Nina. Pintu terkunci dari dalam, akhirnya pintu itu didobrak oleh ayah Nina. Dan satu pemandangan mengerikan disaksikan oleh keluarga itu, terlihat diranjang tidur Nina melipat tubuhnya kebelakang persis dalam posisi kayang merayap mundur sambil menjerit-jerit dan sesekali mengumpat-ngumpat dengan bahasa Belanda. Rambutnya yang lurus pirang menjadi kusut gak keruan, kelopak matanya menghitam pekat. Itu bukan Nina, itu adalah jiwa orang lain didalam tubuh Nina.
Nina Kerasukan!
Sudah seminggu berlalu semenjak malam itu, Nina dipasung didalam kamarnya. Tangannya diikat dengan seutas tambang. Keadaan Nina makin memburuk, tubuhnya semakin kurus dan pucat, rambut pirang lurusnya sudah kusut gak karuan. Ibu Nina hanya bisa menangis setiap malam ketika mendengar Nina menjerit-jerit. Ayah Nina gak tahu harus berbuat apa lagi, karena kejadian aneh seperti ini gak pernah diduganya. Karena putus asa dan gak tahan melihat keadaan anaknya, ayah Nina pulang ke Belanda sendirian meninggalkan anak dan istrinya di Nusantara. Pembantu rumahnya pun pergi meninggalkan rumah itu karena takut. Tinggallah Nina yang dipasung dan Ibunya disatu rumah yang gak terurus.
Kembali lagi pada satu malam badai namun aneh, saat itu terdengar Nina gak lagi menjerit-jerit seperti biasanya. Kamarnya begitu hening, perasaan ibu Nina bercampur aduk antara bahagia dengan takut. Bahagia bila ternyata anaknya sudah sembuh, tetapi takut bila ternyata anaknya sudah meninggal.
Ibu Nina mengintip dari sela-sela pintu kamar Nina, dan ternyata Nina sedang duduk tenang diatas ranjangnya. Gak berkata apa-apa tapi sejurus kemudian dia menangis sesengukan. Ibu Nina langsung masuk kedalam kamarnya dan memeluk Nina erat-erat. Sambil menangis nina berkata:
“Ibu, aku takut..”
Lalu Ibunya menjawab sambil menangis pula.
“Gak apa nak, Ibu ada disini. Kamu gak perlu menangis lagi, ayo kita makan. Ibu tahu kamu pasti lapar..”
“Aku gak lapar, tetapi bolehkah aku meminta sesuatu?”
“Apapun nak..! apapun..!!”
“Aku ngantuk, rasanya aku akan tertidur sangat pulas. Mau kah ibu nyanyikan sebuah lagu pengantar tidur untukku?”
Ibu Nina terdiam, agak sedikit gak percaya dari apa yang didengar oleh anaknya. Tapi kemudian ibu Nina berkata sambil mencoba tersenyum.
“Baiklah, ibu akan menyanyikan sebait lagu untukmu..”
Setelah sebait lagu itu Nina terlelap damai dengan kepala dipangkuan ibunya, wajah anggunnya telah kembali. Ibu Nina menghela nafas lega, anaknya telah tertidur pulas. Tapi..
Nina gak bergerak sedikit pun, nafasnya gak terdengar, denyut nadinya menghilang, aliran darahnya berhenti. Nina telah tertidur benar-benar lelap untuk selamanya dengan sebuah lagu ciptaan ibunya sebagai pengantar kepergian dirinya setelah berjuang melawan penderitaan.
Lagu tersebut sudah ada sejak nenek moyang kita. Tapi tahu kah anda di balik lagu yang cukup sederhana itu ada kisah tragis di balik ceritanya? Kelihatan memang gak ada yang ganjil dari lagu tersebut, tapi pernahkah anda coba bertanya pada seseorang tentang siapakah gadis bernama Nina dari lagu tersebut?
“Papa, wina tadi dengar suara ibu-ibu nyanyi Nina Bobo didalam kamar itu”
Papa nina menjawab dengar tertawa kecil seakan meremehkan perkataan wina tersebut?
“Wina dirumah ini tidak ada siapa-siapa kecuali ada papa, mama, dan wina, kalau wina tidak percaya ayo kita kekamar yang katanya wina ada hantunya”
Lalau wina diajak ayahnya kekamar yang membuat wina ketakutan, pas sudah didepan pintu kamar wina mendengar teriak-teriakan kecil namun papanya tidak mendengarnya, ketika papa wina akan membukanya, nina berusaha untuk mencegahnya.
“Papa jangan dibuka……”
Ketika papanya sudah membuka pintu itu dan melihat kedalam tidak ada apapun yang ada Cuma ranjang, lemari dan lukisan seorang anak kecil, lalu papa wina menghampiri wina dan mengajak kedalam serta memberitahu bahwa tidak ada apa-apa dikamar ini, dan wina pun ditawari ayahnya untuk menempati kamar tersebut.
“wina mau kan tidur dikamar ini, bagus lo kamarnya”
“Wina nggak mau ayah disini ada hantunya”
“”Wina papa kan sudah bilang hantu itu tidak ada jadi wina nggak boleh takut lagi, Papa ngerti kok wina belum terbiasa dengan rumah baru kita, ya sudah wina ikut papa ketaman ya”
Jawab wina dengan wajah yang masih ketakutan?
“ia papa”
Saat akan meninggalkan kamar itu terdengar lagi suara nyanyaian Nina Bobok oleh wanita misterius itu, wina biggung apa yang harus ia perbuat dan harus bercerita kepada siapa bahwa rumah yang ia tinggali bersama papa dan mamanya itu berhantu.
Handpone mama wina berbunyi pertanda ada yang meneleponya saat itu, lalau mama wina segera mengangkatnya saat sedang membersikan ruang tamu yang penuh debu.
“HALO……..dengan siapa ya”
“Tante Ini Frans kakanya kamaya”
“OW…Frans bagaimana kabarmu dan keluarga disana”
“Tidak baik tante ayah dan ibu sudah meninggal karena kecelakaan pesawat saat akan pergi ke Korea”
“Tante turut berduka cita Frans”
“Ia tante, Emmmm tante Frans minta tolong untuk beberapa bulan kedepan Kamaya tinggal dirumah tante, soalnya Frans ada kerjaan diKorea karena client ayah ada disana”
“Oh…….ia Frans tentu saja tante mau, Rumah tante selalu terbuka buat kamu dan kamaya”
“Ngomong-ngomong alamat tante ada dimana”
“DIjogja tepatnya dirumah jawa kamu tahu kan”
“Oh……Ia tante makasih tante, sudah dulu ya tante, Terimakasih”
Saat sudah selesai terdengar ada yang jatuh dikamar yang membuat wina takut membuat kaget mama wina namun mama wina berfikir mungkin itu Cuma tikus, lalu mama wina menemui papa wina dan menceritakan kabar bahwa keponakanya yang bernama Kamaya akan tinggal bersama mereka.
“Papa, Mama ada kabar buat papa”
“Apa ma sepertinya penting sekali”
“Papa masih ingat Kamaya keponakan mama yang ada dibatam”
“Oh.ia mama, Papa ingat ma, memang ada apa dengan Kamaya Ma”
“Kamaya mau tinggal satu rumah sama kita karena si Frans mau ke Korea mengurusi kerjaan ayahnya, Nasib mereka sungguh malang Pa harus ditinggal oleh Ayah Dan Ibunya untuk selamanya”
Papa wina kaget saat mendengar kabar buruk itu?
“Berarti disini ada yang menjaga wina dong ma”
“Ia Papa, Wina senang kan Tante Kamaya akan tinggal bersama kita”
Wina hanya tersenyum……….
Karena waktu semakin sore Wina dan kedua orang tuanya masuk rumah……
sebuah tempat tinggal yang mewah dan besar singgah 2 saudara yang ditinggalakan oleh kedua orang tuanya karena kecelakaan pesawat, Kamaya, Frans serta para pembantunya berkumpul diruang tamu. Karena Frans akan akan memeberi tahu bahwa Kamaya akan tinggal bersama tantenya dipulau jawa.
“Selamat malam, disini saya akan memberikan informasi penting yaitu Kamaya akan tinggal bersama Tante Vina yang saat ini beliau tinggal dipulau jawa tepatnya dirumah jawa”
Kamaya kaget saat mendengar keputusan yang diberikan kak Frans untuknya, karena sebenarnya Kamaya tidak ingin pindah sebab masih ada para pembantunya yang masih bisa mengurusi segala keperluannya.
“nggak kak Kamaya nggak mau, kamaya masih pengen tinggal disini karena almarhum ayah dan ibu belum genap 10 hari kak”
“Kakak tahu Kamaya Ini yang terbaik untukmu, karena Kakak akan pergi ke Korea untuk menyelesaikan bisnis ayah disana, kakak mohon”
Kamaya terdiam sejenak tanpa satu kata pun, salah satu pembantunya terlihat khawatir dengan Kamaya seperti mau memeberikan informasi penting. Beberapa menit kemudian kamaya memberikan keputusan pada kakaknya tersebut.
“Baik kak, Kamaya mau ikut Tante Vina dijawa, tapi dengan satu syarat”
“Apa itu Kamaya”
“Kamaya ingin kakak jangan lama-lama diKorea”
“Ia Kamaya…Ya sudah kakak mau mengurusi paspor dan visa untuk berangkat minggu depan dan besok kamu akan kakak antar ketempat Tante Vina di jawa disana kamu bisa jaga Wina”
“Ia kak”
Lalau Frans meninggalakan kamaya………….
Begitu terpukulnya Kamaya kehilangan kedua orang tuanya yang ia sayangi, Kamaya yang dulu ceria kini menjadi pemurung, hari-hari ini pembantunya melihat kamaya sering melihat keluar jendela sambil melamun, pembantunya tersebut mendekati dan memeberi tahu tentang rumah jawa yang ia dengar tadi.
“Non Kamaya, maaf Bibik menganggu, Bibik mau bercerita tentang rumah jawa yang diceritakan oleh Den Frans tadi supaya Non Kamaya bisa jaga diri disana”
Kamaya lalu menoleh kearah pembantunya dengan mata penuh misteri yang membuat pembantunya gugup.
“Maksud Bibik apa? “
“Bibik asli orang jawa, dulu waktu bibik kecil dijawa dekat tempat Tante Non kamaya tinggal, jadi bibik sedikit tahu tentang rumah jawa itu”
“Apa ditempat Tante Vina ada penunggunya”
“Emmm ya begitulah Non, Tapi sudah melegenda non, jadi kalau non denger lagu Nina Bobok yang dinyanyikan oleh seorang wanita dan suara anak nangis jangan digubris Non, Satu lagi Non Konon Jaman belanda dulu ada seorang kelurga yang mempunyai anak yang meninggal karena demam tinggi dan anak itu tidak sempat dinyanyiin lagu, jadi penasaran sampai sekarang”
Lalu pembantu tersebut meningglkan kamaya, dengan penuh rasa ketakutan….
Pagi itu, kamaya sedang beres-beres barang yang ia akan bawa ke jawa,Kamaya melihat foto ayah dan ibunya dan masih teringat saat orang tuanya masih hidup setiap pagi selalu sarapan bersama-sama, namun kenangan hanya tinggal kenangan yang tidak akan pernah terulang kembali.
“Kamaya Ayo kita berangkat ntar ketinggalan pesawat”
Kata Frans……
“Ia kak”
Saat akan menaiki mobil Kamaya berpamitan dengan pembantunya yang sudah ia anggap seperti keluarganya sendiri.
“Mbok, Pakde Kamaya pamit ya”
“Ia Non inget ya hati-hati disana”
Lalu kamaya tersenyum dan lekas masuk mobil, ketika mobil jalan serta menjauh dari rumahnya terlihat mendiang almarhum ayah dan ibunya terlihat sedang melambaikan tangan seolah mereka masih ada namun kamaya hanya berfikir ini hanya halusinasi belaka karena rasa kangenya yang amat mendalam terhadap ayah dan ibunya.
Ketika sampai dibandara Kamaya Dan Frans lekas masuk Ke pesawat karena jadwal pemberangkatan Batam Ke Jawa akan segera lepas landas……..
3 jam sudah berlalu Kamaya Dan Frans sudah sampai dipulau jawa dan meninggalkan Batam tempat kelahiran mereka berdua, lalu Frans ditelfon oleh Om yoga karena mereka akan dijemput.
“Frans Ini om Yoga, kamu dimana sekarang”
“Ia om saya dan Kamaya sudah sampai dibandara Om dimana”
“Kamu dan kamaya lagsung aja menuju ke pintu masuk bandara”
“Ia om”
Lalu mereka menuju ketempat om yoga yang telah menunggu…….
Sesampainya didepan pintu masuk bandara ia langsung masuk mobil dan berangkat kerumah omnya, mereka juga sambil bercerita bahwa hidup dijawa sungguh enak bisa menikmati pemandangan yang indah dan masih asri, saat itu Frans dan Om yoga sedang asik-asiknya ngobrol, Kamaya hanya terdiam memikirkan perkataan pembantunya bahwa rumah jawa itu ada penghuni mahluk halus.
Sesampainya mereka dirumah Om yoga, Frans dan Kamaya disambut oleh wina dengan suka ria…
“Tante Kamaya, apa kabar?”
“Baik wina, wina sendiri dirumah baru suka nggak”
Lalu wina membisikan kata-kata yang membuat Kamaya kaget…..
“Wina Takut Tante dirumah wina ada suara-suara aneh”
Kamaya tegang saat mendengar cerita dari wina, Konon anak seumuran wina masih bisa berkomunikasi dengan makluk halus, dan itu adalah kenyataan.lalu Mama wina mengajak Frans dan Kamaya untuk masuk rumah namun wina saat itu memegang tangan Kamaya seerat mungkin dan mengatakan?
“Aku takut Tante”
Kamaya menyakinkan wina bahwa dirumahnya tidak ada apa-apa, Kamaya sebenarnya punya indera yang bisa melihat mahluk halus secara kasap mata, ketika akan masuk rumah tersebut Kamaya merasakan hawa negative menyelimutinya seolah ada yang tidak suka ia masuk rumah tersebut, saat wina dan Kamaya akan melewati kamar yang membuat wina takut, Kamaya merasakan ada sesuatau yang mematai-matainya dari belakang dan dari depan entah itu sebuah arwah yang tak tenang.
Saat sudah berkumpul dan istrirahat diruang tamu Kamaya Dan Frans minum the hangat agar perasaan dan pikiran menjadi rileks, Lalu Tante vina menanyakan sesuatu hal.
“Kamaya kamu yakin mau tinggal disini….”
Kamaya terdiam seolah-olah ia sedang dipermainkan?
“Ia tante memang Kenapa”
“Awas disini ada seorang yang menyanyi lagu nina bobok tiap malam dan tangisan anak kecil”
Kamaya terdiam dan wajahnya pucat karena cerita dari tantenya itu?
“hahahahahhaha Takut ya Kamaya, tenang kamaya disini mana ada hantu, itu Cerita konyolnya wina”
Lalu Kamaya menjawabnya dengan serius seolah-olah ia ingin menyakinkan bahwa makluk halus dan dunia lain itu ada dan dekat dengan kita.
“Itu memang ada tante tepat disamping kita berada”
Tante vina lalu mengalihkan pembicaraan saat itu pada frans yang sedang asyik-asyiknya minum the dan melihat siaran Televisi.
“Frans Kamu kapan berangkat Ke Korea”
“Mungkin minggu depan Tante dan besok harus pulang kejakarta lagi karena ada yang harus diselesaikan”
“ow ia ia”
Malam kelam mulai datang menyelimuti rumah Jawa, terdengar suara burung gagak pertanda ada sesosok arwah yang datang pada malam itu, Wina dan kamaya sedang asyik-asyiknya bermain boneka bersama-sama dikamar wina dekat kamar kosong yang ditakuti wina, sekitar pukul 10.00 malam terdengar suara nyanyian Nina Bobok yang merdu bagaikan penyanyi ulung.
"Nina bobo, oh.. nina bobo..
Kalau tidak bobo di gigit nyamuk..."
Lagu itu diulang bekali-kali selama setengah jam mungkin saat itu yang bisa mendengar wina dan Kamaya saja, karena rasa penasaran itu melanda mereka berdua, kamaya putuskan untuk mencari sosok wanita yang menyanyikan lagu ninak bobo tersebut dikamar sebelah wina. Wina saat itu benar-benar ketakutan namun kamaya mencoba menenangkannya jangan sampai teriak, Kamaya keluar kamar untuk menuju kekamar yang misterius itu, sesampainya didepan pintu? suara itu tetap tidak menghilang malah tambah keras, tangan kamaya bergetar hebat saat akan membuka pintu dan……..
“Kak jangan dibuka….”
Sahut wina sekeras mungkin membuat semua penghuni rumah terbangun oleh suaranya, kamaya terdiam saat Tante Vina sudah ada disampingnya dan datang lah om yoga serta Kak Frans.
Tanya Tante Vina pada kamaya?
“Ada apa ini kamaya dan kenapa kamu ada disini”
“Maaf tante, tadi disini ada suara orang nyanyi lagu Nina Bobok”
“Apa ada yang nyanyi nina bobok, ah….ngaco kamu kamaya”
Lalu tante vina masuk kekamarnya lagi dengan om yoga, sedangkan kan frans memberi saran untuk ku.
“Kamaya makanya sebelum tidur berdoa dulu”
Kamaya hanya terdiam sambil memegang erat tangan wina yang sedari tadi ketakutan.
Pada suatu pagi yang mendung, semua orang rumah beraktivitas seperti biasanya namun kakak kamaya harus pulang ke Jakarta pagi itu, sebenarnya berat untuk meninggalkan kamaya disini namun apa daya frans karena harus meniti masa depan yang lebih baik agar tidak menyusahkan keluarganya atau orang lain.
“Kamaya kak Frans pamit ya, kamu jaga diri disini, jangan malas-malasan ya”
“ia kak, tapi kamaya juga pesan kakak harus percaya dengan cerita kamaya bahwa dirumah ini tidak beres”
“maksud kamu apa kamaya”
“Oh…..tidak kak”
Sahut tante vina dan om yoga…..
“Hati-hati dijalan ya Frans, kalau sudah pulang nanti kamu mampir kesini”
“ia tante itu pasti, wina om pamit ya”
“ia om……”
Frans lalu berlekas masuk mobil dan meninggalkan kamaya…….
Terlihat begitu sedih kamaya saat itu namun, demi kebaikan kakaknya dan dirinya kelak, Tante vina mencoba member motivasi agar kamaya semangat dan selalu ceria.
“Tenang kamaya kakakmu tidak apa-apa, ayo ikut tante masak didapur sama wina”
“ia tante…..”
Saat akan kedapur harus melewati kamar yang misterius itu terdengar suara anak kecil nangis, kamaya berhenti sejenak mendengarkan suara itu semakin didengar semakin keras, dan pada saat itu dikagetkan oleh tante vina.
“Hayo…….ngapain kamaya”
“Tante dengar suara tadi”
“Suara apa………”
“nggak tante, tante kamaya pengen pindah kamar ke kamar kosong ini….nanti biar kamaya yang bersihin”
Wina sepertinya berusaha tidak mengijinkan karena takut hantu wanita itu akan marah pada kamaya.
“Jangan kak kamaya nanti hantu wanita dan anak kecil itu marah”
Lalu tante vina mengalihkan pembicaraan lagi karena masih tak percaya dengan adanya makluk halus.
“Udah apaan si kalian debat yang nggak penting, Ya sudah kamaya boleh menempati kamar itu”
Saat kamaya sedang beres-beres baju dikamar wina, wina datang menghampiri kamaya dengan membawa serenteng bawah putih untuk kamaya agar tak diganggu makluk halus yang selama ini sering menampakan diri.
“Kak kamaya aku punya sesuatu buat kakak biar nggak diganggu hantu itu lagi, terima ya kak aku udah susah payah buatnya”
Jawab kamaya?
“Ia wina sayang makasih ya, oya ikut kakak yok bersih-bersih kamar”
Wina?
“ayok kak”
Lalu mereka berdua menuju kekamar yang misterius itu dan membukanya secara perlahan-lahan, sungguh kotor kamar itu sudah berapa lama kamar itu tidak dipakai hingga penuh debu membuat pengap, kamaya lalu membuka jendela kamar agar pengapnya keluar dan timbul matahari begitu terlihat barang-banrang yang tergeletak ada semacam kertas kusam diatas kasur, kamaya lalu mengambilnya dan berisikan bait lagu nina bobok.
Kamaya berfikir bahwa yang diceritakan selama ini, ia yakin bukan kisah real nya asal mula lagu nina bobok ini, kamaya yakin dibalik wanita misterius dan tangisan anak kecil itu ada kaitanya dengan kertas yang berisikan bait ini, ia langsung membereskan kamar itu hingga rapi dan bersih.
Malam itu……….
Didalam kamar yang sepi kamaya tertidur pulas seakan sedang bertemu ibunya dan kamaya dipangkuan ibunya dinyanyikan lagu nina bobok yang membuat tidurnya nyaman, tapi semakin lama semakin menyeramkan suaranya membuat kamaya tebangun.
Kamaya sadar ada yang memenggil-manggil namanya, terlihat sesosok anak kecil berada didepan lemari sambil menangis, kamaya memanggil –manggil wina, mungkin dikira wina.
“wina-wina ngapain kamu disitu”
Tangisan itu makin keras……..dan berbalik, sungguh menyeramkan hingga kamaya langsung berlari meninggalkan kamar itu, ketika akan membuka pintu sungguh sulit hingga anak kecil itu memegang tubuh kamaya dan kamaya seperti sedang dalam kisah opera nyata yang tak mungkin masuk akal manusia.
(Cerita kebenaran yang digambarkan anak kecil itu yang bernama (NINA)
Beberapa dekade setelah kedatangan Cornelis de Houtmen di Banten, warga negara Belanda dari berbagai kalangan sudah memenuhi pulau Jawa dan pulau-pulau lainnya di Indonesia. Alkisah seorang gadis belia asal Belanda bernama Nina Van Mijk, gadis yang berasal dari keluarga komposer musik klasik sederhana yang menetap di Nusantara untuk memulai hidup baru karena terlalu banyak saingan musisi di Belanda.
Hidup Nina berjalan normal seperti orang-orang Belanda di Nusantara pada umumnya, berjalan-jalan, bersosialisasi dengan penduduk pribumi, dan mengenal budaya Nusantara. Kedengaran indah memang, tapi semenjak kejadian aneh itu keadaan menjadi berbanding terbalik. Kejadian aneh itu terjadi pada suatu malam badai, petir gak henti-hentinya saling bersahutan. Dari dalam kamarnya Nina menjerit keras sekali, di ikuti suara vas bunga yang terjatuh dan pecah.
Ayah, Ibu serta pembantu keluarga Nina menghambur ke kamar Nina. Pintu terkunci dari dalam, akhirnya pintu itu didobrak oleh ayah Nina. Dan satu pemandangan mengerikan disaksikan oleh keluarga itu, terlihat diranjang tidur Nina melipat tubuhnya kebelakang persis dalam posisi kayang merayap mundur sambil menjerit-jerit dan sesekali mengumpat-ngumpat dengan bahasa Belanda. Rambutnya yang lurus pirang menjadi kusut gak keruan, kelopak matanya menghitam pekat. Itu bukan Nina, itu adalah jiwa orang lain didalam tubuh Nina.
Nina Kerasukan!
Sudah seminggu berlalu semenjak malam itu, Nina dipasung didalam kamarnya. Tangannya diikat dengan seutas tambang. Keadaan Nina makin memburuk, tubuhnya semakin kurus dan pucat, rambut pirang lurusnya sudah kusut gak karuan. Ibu Nina hanya bisa menangis setiap malam ketika mendengar Nina menjerit-jerit. Ayah Nina gak tahu harus berbuat apa lagi, karena kejadian aneh seperti ini gak pernah diduganya. Karena putus asa dan gak tahan melihat keadaan anaknya, ayah Nina pulang ke Belanda sendirian meninggalkan anak dan istrinya di Nusantara. Pembantu rumahnya pun pergi meninggalkan rumah itu karena takut. Tinggallah Nina yang dipasung dan Ibunya disatu rumah yang gak terurus.
Kembali lagi pada satu malam badai namun aneh, saat itu terdengar Nina gak lagi menjerit-jerit seperti biasanya. Kamarnya begitu hening, perasaan ibu Nina bercampur aduk antara bahagia dengan takut. Bahagia bila ternyata anaknya sudah sembuh, tetapi takut bila ternyata anaknya sudah meninggal.
Ibu Nina mengintip dari sela-sela pintu kamar Nina, dan ternyata Nina sedang duduk tenang diatas ranjangnya. Gak berkata apa-apa tapi sejurus kemudian dia menangis sesengukan. Ibu Nina langsung masuk kedalam kamarnya dan memeluk Nina erat-erat. Sambil menangis nina berkata:
“Ibu, aku takut..”
Lalu Ibunya menjawab sambil menangis pula.
“Gak apa nak, Ibu ada disini. Kamu gak perlu menangis lagi, ayo kita makan. Ibu tahu kamu pasti lapar..”
“Aku gak lapar, tetapi bolehkah aku meminta sesuatu?”
“Apapun nak..! apapun..!!”
“Aku ngantuk, rasanya aku akan tertidur sangat pulas. Mau kah ibu nyanyikan sebuah lagu pengantar tidur untukku?”
Ibu Nina terdiam, agak sedikit gak percaya dari apa yang didengar oleh anaknya. Tapi kemudian ibu Nina berkata sambil mencoba tersenyum.
“Baiklah, ibu akan menyanyikan sebait lagu untukmu..”
Setelah sebait lagu itu Nina terlelap damai dengan kepala dipangkuan ibunya, wajah anggunnya telah kembali. Ibu Nina menghela nafas lega, anaknya telah tertidur pulas. Tapi..
Nina gak bergerak sedikit pun, nafasnya gak terdengar, denyut nadinya menghilang, aliran darahnya berhenti. Nina telah tertidur benar-benar lelap untuk selamanya dengan sebuah lagu ciptaan ibunya sebagai pengantar kepergian dirinya setelah berjuang melawan penderitaan.
Lagu tersebut sudah ada sejak nenek moyang kita. Tapi tahu kah anda di balik lagu yang cukup sederhana itu ada kisah tragis di balik ceritanya? Kelihatan memang gak ada yang ganjil dari lagu tersebut, tapi pernahkah anda coba bertanya pada seseorang tentang siapakah gadis bernama Nina dari lagu tersebut?
Konon katanya ketika anda menyanyikan lagu ini untuk pengantar tidur
anak-anak anda yang masih kecil (bayi), tepat ketika anda meninggalkan
kamar tempat anak anda tertidur. Nina akan datang ke kamar anak anda dan
membuat anak anda tetap terlelap hingga keesokan paginya dengan sebuah
lagu.
Ketika kamaya sadar ia ingat bahwa semua ini terjadi agar pandangan
mitos ini bukan sekedar mitos tapi memang kenyataan mulai dari
terciptanya lagu dan kisah-kisah tragis, sebenarnya masih banyak lagi
kisah-kisah yang berhubungan dengan mitos namun itu akan menjadi sejarah
tersendiri. Dan ingat satu hal lagi bahwa dunia lain itu ada percaya
atau tidak percaya itu kenyataan ada tapi kita sebagai manusia harus
percaya pada kuasa tuhan.
5 bulan kemudian…………
Semenjak kejadian yang kamaya alami ia sudah tidak takut lagi dengan suara anak kecil nangis dan suara nyanyian Nina Bobok dari ibu nina, saat itu juga kamaya akan meninggalkan rumah tante vina itu karena ia sudah dijemput kakaknya untuk ikut kekorea, apa yang ia alami akan menjadi pengalaman yang tak terlupakan.
Semenjak kejadian yang kamaya alami ia sudah tidak takut lagi dengan suara anak kecil nangis dan suara nyanyian Nina Bobok dari ibu nina, saat itu juga kamaya akan meninggalkan rumah tante vina itu karena ia sudah dijemput kakaknya untuk ikut kekorea, apa yang ia alami akan menjadi pengalaman yang tak terlupakan.
Saat kamaya sedang melihat kamar yang misterius itu ia sadar ada sebuah lukisan entah itu wajah siapa akan menjadi sebuah misteri, saat akan meninggalakan kamar itu kamaya melihat lukisan itu menangis darah dan datanglah sebuah alunan lagu Nina Bobok aku pun ikut menyanyi juga sambil melihat wina yang ketakutan lagi sambil tersenyum. Setelah kamaya masuk mobil dan berangkat terlihat dari kejauhan dirumah tante dan om kamaya ada Nina dan Ibu Nina yang akan abadi dirumah itu.
7. Sebelum Habis Masa
Kabut hitam tebal berfose di angkasa sang pencipta.Udara dingin merasuk
menembus pori-pori kulit keriput yang menyimpan seribu sejarah.Gubuk
sederhana menjadi saksi bisu sandiwara kehidupan.Yang terkadang ada tawa
bahagia dan terkadang ada duka nestapa.
“Kreeeeek,,,,pagi yang mendung,semoga semangat kita tak akan pernah mendung”Harap seorang janda tua dibalik bilik.
“Ya mak,,,,semoga hari ini menjadi lebih baik dari hari-hari yang sebelumnya”Sahut seorang gadis remaja yang tengah asyik menata kue dagangannya.Ya sebut saja tanti.Tanti adalah seorang gadis remaja yang pantang menyerah.Meski dia hanya tinggal bersama ibu dan adiknya yang bernama tio.Tanti sudah merasa bersyukur dan bahagia.Setidaknya ia merasa bahagia masih mempunyai keluarga dan tempat tinggal.Meski tak semewah hotel berbintang tapi tanti selalu menanamkan “Baiti Jannati”seperti yang diajarkan oleh baginda nabi SAW.
***
“Kreeeeek,,,,pagi yang mendung,semoga semangat kita tak akan pernah mendung”Harap seorang janda tua dibalik bilik.
“Ya mak,,,,semoga hari ini menjadi lebih baik dari hari-hari yang sebelumnya”Sahut seorang gadis remaja yang tengah asyik menata kue dagangannya.Ya sebut saja tanti.Tanti adalah seorang gadis remaja yang pantang menyerah.Meski dia hanya tinggal bersama ibu dan adiknya yang bernama tio.Tanti sudah merasa bersyukur dan bahagia.Setidaknya ia merasa bahagia masih mempunyai keluarga dan tempat tinggal.Meski tak semewah hotel berbintang tapi tanti selalu menanamkan “Baiti Jannati”seperti yang diajarkan oleh baginda nabi SAW.
***
Sebelum Habis Masa |
“Tanti,..”dengan gugup tanti melangkah ke depan kelas.Jantungya berdebar
hebat bagaikan pacuan kuda.”Selamat ya!!! Terus semangat dan terus
tingkatkan prestasimu” ucap bu Diana guru fisika tanti.Tanti mengulumkan
senyum.”Trimakasih ya ALLOH ,,, semoga hamba bisa menjadi lebih baik
lagi” gumam tanti dalam hati.
Tanti memang bukan berasal dari keluarga yang berada.Tapi niat yang terpatri dalam benaknya begitu kuat.Tinggal menghitung bulan lagi tanti akan menghadapi Ujian akhir nasional.Beban berat yang kini di pikulnya.Bukan masalah mata pelajaran yang diujikan tapi masalah biaya ujian.Tentu saja bukan biaya ujian tanti karena tanti telah mendapatkan beasiswa dari sekolahnya.Tapi tio adik tanti yang sekarang duduk dikelas 3 smp tak seberuntung tanti.Tio memang bukan anak yang malas.Tapi kemampuannya dalam mengingat materi pelajaran memang tak sepeka ingatan tanti.
***
Sore itu hujan begitu lebat.Atap rumah tanti yang bocor seakan telah mengizinkan air hujan menerobosnya.
“Huk…huk….huk…huk.huk..bruuuuuaaaaaak”tubuh kurus itu tergeletak lemas di atas lantai.
“Maaaaaaak…mak kenapa mak….hikz..hikz..hikz”teriakkan histeris tanti dan adiknya beradu dengan suara Guntur hujan.
“Tolooooooooooong….mak sabar mak…”digoyang-goyangkannya tubuh emaknya.
“Maaak,,,,mak kenapa mak???”Tio tak mau tinggal diam.Dia segera berlari keluar mencari bantuan.Meski tanti melarangnya karena hujan yang masih lebat tapi tio tetap melangkah dan tak menghiraukan tanti.
“Nduuk,,manusia itu tidak ada yang kekal.Semua yang bernyawa pasti akan mati.Ma’afkan semua salah emak jika untuk esok dan seterusnya emak tidak bisa menemanimu.Jadilah ibu dan bapak bagi adikmu.Emak tau ini akan menjadi beban beratmu.Ma-ma-ma’aff kan e-e-emak nduk,,LA-I-LA-HA-ILLALLAAAH MU-HAM-MADUR-ROSULULLAAH”Perlahan kelopak mata emak mengatup.
“EEEMMAAAAAAAAAAAAAAAaaaaaaak………………….ya Alloooh..emaaak….in-nalillahii ,,hikz-hikz-hikz,,wa-innaillaihi roji’un…”tanti memeluk tubuh emaknya erat-erat.Berharap ini semua hanya mimpi buruk baginya.Dilihatnya diluar rumah adiknya berlari munuju rumah mereka.
“Mbak tanti……. A yo kita bawa emak kerum ah sakit,aku sudah minta tolong P.Ahmad”Ucap tio terengah-engah.
“Tidak perlu tio.Emak sudah berpulang kepangkuanNYA,” hati tio tersentak mendengar bahwa emaknya telah meninggal.Tubuh tio menggigil.diselonjorkannya kakinya dilantai.”Innalillahi wainnailaihi raji’un……”
***
Selang beberapa bulan setelah kematian ibunya , tanti terus berusaha memendam mimipinya untuk dapat melanjutkan menimba ilmu ke perguruan tinggi.Dan pagi itu dia mendengar kabar bahagia namun menyesakkan hatinya.
“Duuuooor,,,nglamun ya kak ,,”getak tio mengagetkan tanti.
“ihhh,,,kamu ini yo ,,kebiasa’an dech,,”
“Ada apa sih kak ? cerita doonk …jangan anggap tio kaya orang laen ..”
“ehmmm,,,gini yo,,,kakak kan ikut snmptn di UI dan hari ini pengumumanya , dan,,,”tanti diam sejenak.”kakak diterima menjadi mahasiswi UI yo,,”tanti tertunduk menahan tangis.
“trus kenapa kakak sedih ? harusnya kan kakak bahagia”
“tapi kalau kakak kuliah beban hidup kita pasti bertambah,dan tio kan juga masih SMA”
“Kak (tio menatap kakaknya tajam) ,Kak sa’at pemakaman ibu tio telah berjanji didepan makam ibu kalau tio akan berusaha memberikan yang terbaik.masalah biaya dan kebutuhan hidup tio yang akan menanggungnya.”
“tapikan kakak ini yang lebih punya tanggung jawab tio…”
“kak,,tio ini anak laki-laki dan didunia ini wanita kedua yg paling tio sayang setelah ibu adalah kakak…tio akan bekerja keras untuk biaya kakak kuliah dan untuk biaya tio sekolah.kakak tenang saja tio tidak akan putus sekolah.karena kakak adalah semangat terbesar untuk tio”
Tanti hanya diam.Air matanya seakan tak ingin berhenti mengalir.Bukan air mata kepedihan,namun air mata bahagia.Tanti bersyukur memiliki seorang adik yang begitu menyayanginya.Ia peluk adiknya “tio,,,biar bagaimanapun tio gak boleh kerja keras sendirian.sekarang kita hanya berdua.jadi susah senang harus ditanggung bersama.tio kerja keras,kakakpun akan kerja keras.kita berjuang bersama yo”
Tio tersenyum dan berbisik “sebelum habis masa aku akan selalu menjaga kakak dan melakukan yang terbaik untuk kakak..”
…….THE END……
Tanti memang bukan berasal dari keluarga yang berada.Tapi niat yang terpatri dalam benaknya begitu kuat.Tinggal menghitung bulan lagi tanti akan menghadapi Ujian akhir nasional.Beban berat yang kini di pikulnya.Bukan masalah mata pelajaran yang diujikan tapi masalah biaya ujian.Tentu saja bukan biaya ujian tanti karena tanti telah mendapatkan beasiswa dari sekolahnya.Tapi tio adik tanti yang sekarang duduk dikelas 3 smp tak seberuntung tanti.Tio memang bukan anak yang malas.Tapi kemampuannya dalam mengingat materi pelajaran memang tak sepeka ingatan tanti.
***
Sore itu hujan begitu lebat.Atap rumah tanti yang bocor seakan telah mengizinkan air hujan menerobosnya.
“Huk…huk….huk…huk.huk..bruuuuuaaaaaak”tubuh kurus itu tergeletak lemas di atas lantai.
“Maaaaaaak…mak kenapa mak….hikz..hikz..hikz”teriakkan histeris tanti dan adiknya beradu dengan suara Guntur hujan.
“Tolooooooooooong….mak sabar mak…”digoyang-goyangkannya tubuh emaknya.
“Maaak,,,,mak kenapa mak???”Tio tak mau tinggal diam.Dia segera berlari keluar mencari bantuan.Meski tanti melarangnya karena hujan yang masih lebat tapi tio tetap melangkah dan tak menghiraukan tanti.
“Nduuk,,manusia itu tidak ada yang kekal.Semua yang bernyawa pasti akan mati.Ma’afkan semua salah emak jika untuk esok dan seterusnya emak tidak bisa menemanimu.Jadilah ibu dan bapak bagi adikmu.Emak tau ini akan menjadi beban beratmu.Ma-ma-ma’aff kan e-e-emak nduk,,LA-I-LA-HA-ILLALLAAAH MU-HAM-MADUR-ROSULULLAAH”Perlahan kelopak mata emak mengatup.
“EEEMMAAAAAAAAAAAAAAAaaaaaaak………………….ya Alloooh..emaaak….in-nalillahii ,,hikz-hikz-hikz,,wa-innaillaihi roji’un…”tanti memeluk tubuh emaknya erat-erat.Berharap ini semua hanya mimpi buruk baginya.Dilihatnya diluar rumah adiknya berlari munuju rumah mereka.
“Mbak tanti……. A yo kita bawa emak kerum ah sakit,aku sudah minta tolong P.Ahmad”Ucap tio terengah-engah.
“Tidak perlu tio.Emak sudah berpulang kepangkuanNYA,” hati tio tersentak mendengar bahwa emaknya telah meninggal.Tubuh tio menggigil.diselonjorkannya kakinya dilantai.”Innalillahi wainnailaihi raji’un……”
***
Selang beberapa bulan setelah kematian ibunya , tanti terus berusaha memendam mimipinya untuk dapat melanjutkan menimba ilmu ke perguruan tinggi.Dan pagi itu dia mendengar kabar bahagia namun menyesakkan hatinya.
“Duuuooor,,,nglamun ya kak ,,”getak tio mengagetkan tanti.
“ihhh,,,kamu ini yo ,,kebiasa’an dech,,”
“Ada apa sih kak ? cerita doonk …jangan anggap tio kaya orang laen ..”
“ehmmm,,,gini yo,,,kakak kan ikut snmptn di UI dan hari ini pengumumanya , dan,,,”tanti diam sejenak.”kakak diterima menjadi mahasiswi UI yo,,”tanti tertunduk menahan tangis.
“trus kenapa kakak sedih ? harusnya kan kakak bahagia”
“tapi kalau kakak kuliah beban hidup kita pasti bertambah,dan tio kan juga masih SMA”
“Kak (tio menatap kakaknya tajam) ,Kak sa’at pemakaman ibu tio telah berjanji didepan makam ibu kalau tio akan berusaha memberikan yang terbaik.masalah biaya dan kebutuhan hidup tio yang akan menanggungnya.”
“tapikan kakak ini yang lebih punya tanggung jawab tio…”
“kak,,tio ini anak laki-laki dan didunia ini wanita kedua yg paling tio sayang setelah ibu adalah kakak…tio akan bekerja keras untuk biaya kakak kuliah dan untuk biaya tio sekolah.kakak tenang saja tio tidak akan putus sekolah.karena kakak adalah semangat terbesar untuk tio”
Tanti hanya diam.Air matanya seakan tak ingin berhenti mengalir.Bukan air mata kepedihan,namun air mata bahagia.Tanti bersyukur memiliki seorang adik yang begitu menyayanginya.Ia peluk adiknya “tio,,,biar bagaimanapun tio gak boleh kerja keras sendirian.sekarang kita hanya berdua.jadi susah senang harus ditanggung bersama.tio kerja keras,kakakpun akan kerja keras.kita berjuang bersama yo”
Tio tersenyum dan berbisik “sebelum habis masa aku akan selalu menjaga kakak dan melakukan yang terbaik untuk kakak..”
…….THE END……
Itu dia kumpulan cerpen terbaru